- Home
- All Mangas
- Taimadou Gakuen 35 Shinkai Shoutai, Another Mission
- Mission 01 - Kamp Latihan Instruktur Ouka
“– apa kalian tidak punya rasa terhadap suasana?”
Sebagai anggota dari Peleton Payah yang sedang melakukan minum teh sore hari di dalam ruangan peleton, Ouka tiba-tiba menaruh tangannya dan berbicara.
Karena tiba-tiba, kaget, Saionji Usagi menumpahkan teh panas di atas Kusanagi Takeru. Tidak bisa mengeluarkan sepatah katah pun, Takeru menahan gelasnya, dan badannya mulai kesakitan.
“Ku-Kusanagi, A-Aku minta maaf! A-Aku akan ambilkan es!”
Merasa panik, Usagi mengambil es dari kulkas dan tidak sengaja, dia menaruhnya di dalam celana dalam Takeru. Kali ini Takeru berteriak “Hyaaa” sebelum berguling-guling di lantai.
Melihat itu, Suginami Ikagura mulai tertawa terbahak-bahak.
Amarah mulai pada diri Ouka saat tidak ada yang mendengarkan apa yang dia bilang barusan.
Dan puncak dari semua itu,
“- halooo, Peleton Payah~! Sejak kalian selalu terlihat membosankan, Mari-chan datang untuk bermain demi kalian~!”
Nikaido Mari membuka pintu ruangan peleton dengan senyum lebar dan masuk, tangannya penuh dengan plastik berisi permen.
“Eh, ada apa Tekeru? Tidak mungkin, apa kau ngompol?”
Pffftt, Mari mulai tertawa.
“… Ghhh, kau tidak akan tahu penderitaan laki-laki, bisa tidak … tolong, jangan berbicara denganku dulu untuk sekarang.”
Takeru menatap Mari dengan matanya yang berair.
Selain dia, ada Usagi yang terus melanjutkan untuk meminta maaf dan Ikagura yang melanjutkan ketawanya semakin keras dan keras.
Seperti ini, kebisingan yang menjadi tontonan sehari-hari.
Tapi, hari ini berbeda. Untuk murid kehormatan diantara anggota mengambil tindakan untuk memaksa Peleton Payah yang selalu nganggur dan mulai bergerak
DOR
Sebuah suara keras dari pukulan meja dan seluruh anggota peleton berbalik menatap Ouka lagi. Apa yang mereka lihat, adalah Ouka yang menghancurkan meja menjadi dua dengan jurus pukulan penghancur bata karatenya.
Seperti yang diharapkan, melihat ini bahkan Peleton Payah hanya bisa menganga.
Mempertahankan pose pukulannya, Ouka menatap Takeru dan yang lainnya.
“Kalau masih tidak bisa dengar, bilang aja lagi … aku tanya, apa kalian tidak punya kepekaan terhadap suasana? Jawab aku, Kusanagi.”
“Hm?! Aku?!”
“Kau ‘kan kaptennya, ya jelas!”
“O-Oh iya itu benar juga … um, apa itu ‘rasa terhadap suasana’.”
Ouka mentap takeru dengan matanya yang berkata “Duduk dalam posisi Seiza.”
TL note: Seiza adalah istilah Jepang untuk salah satu cara formal duduk di Jepang.
Meski dia tidak diminta, Takeru duduk di lantai dalam posisi Seiza.
“Kau saat jam pelajaran kemarin tertidur … dan selalu bersikap tidak waspada, minum teh sampai kebablasan yang waktunya untuk kegiatan peleton habis … dari semua itu, pendatang datang ke dalam kegiatan peleton, kenapa bisa kau kurang rasa terhadap suasana, itu yang kutanya!”
Dia menunjuk ke arah Mari saat bilang seperti itu.
“Apa … jangan coba kau kucilkan sahabat semua orang, Mari-chan!”
“Diam kau, pendatang!”
Saat Mari berteriak di samping, Ikagura melihat Ouka sambil meletakkan dagunya di tangan.
“Aku tahu apa yang ingin kau bilang, tapi mau gimana lagi, ‘kan? Kusanagi ada kerjaan sampingan sampai tengah malam dan kita tidak punya informasi Pusaka Sihir dan penyihir yang kita bisa jadikan kegiatan peleton. Meski kita coba~, tidak ada alasan untuk kita bergerak, kan~”
Mendengar Ikagura yang bicara seperti itu sambil memainkan rambutnya dengan ujung jarinya, bagian ujung mulut Ouka mulai bergetar.
“Itu bukan alasan untuk malas-malasan! Kalau kita tidak punya informasi, ya cari coba kita carilah! Juga, Kusanagi, atur jam tidurmu!”
“Iya, um … aku akan berusaha … tapi aku selalu tertidur saat jam pelajaran.”
Takeru menggaruk pipinya dengan jari dan mulai tersenyum masam. Ouka meletakkan tangannya di pinggang dan menaikkan alis matanya.
“Aku tahu kau itu seorang yang pelajar yang soloyolo, tapi kalau melewatkan pelajaran kayak gitu, sama saja kayak naruh andong sebelum kudanya dulu.”
Setelah mengatakan itu secara tajam, Takeru menjadi lebih kecil dan kecil.
Melihat tindakan ceramahnya Ouka, Ikagura mengerutkan bibirnya.
“Itu tidak masalah, benarkan? Itu tidak ketahui apa emang prosedur kelas atau sejarah sihir akan berguna buat kita, kupikir yang paling efisien adalah tidur.”
Ikagura menahan cangkir teh yang kosong untuk Usagi saat dia bilang seperti itu. Sehabis membuat teh yang baru, Usagi menuangkan secangkir untuk Ikagura.
“Ya, rumahnya Kusanagi juga terlilit utang, itu alasan yang tidak masuk akan untuk membuat dia berhenti kerja sampingan, juga, sama seperti yang dibilang Suginami, hasil dari kelas tidak akan berpengaruh dari pelatihan dan kenaikan pangkat. Aku tidak berpikir itu sesuatu yang buruk untuk memanfaatkan waktu itu untuk tidur.”
Ucap Usagi dan menuangkan teh untuk Mari yang sedang duduk di sofa.
Mari bilang terima kasih ke Usagi dan menatap dengan serius ke arah Ouka saat dia menaikan cangkir ke arah mulutnya.
“Apa, kau pikir kau bisa berceramah hanya karena kau adalah murid kehormatan dan ada hubungan dengan pak kepala sekolah?”
Dalam merespon untuk provokasi Mari, Ouka meletakan tangannya di dada dan mengkerutkan alisnya.
“Dasar tidak sopan …! Berapa kali aku bilang aku menjadi Dullahan itu semua karena kemampuan dan usahaku sendiri!”
“Ah yang bener~? Kupikir kau adalah seorang yang dimanjakan dengan hasil yang bagus tapi sebenarnya kau tidak berguna di pertarungan yang sesungguhnya kau tahu? Apa perempuan ini benar-benar kuat?”
Saat mari bertanya kepada anggota peleton, Ikagura menaruh dagunya di tangan.
“Ngomong-ngomong, Kusanagi doang yang benar-benar melawan Ootori. Yah, aku dengar dia cukup kuat.”
“Tapi kita sedang membicarakan masa-masa SMP di sini, ‘kan? Kita tidak tahu sekarang keadaannya gimana, ‘kan? Kupikir, kalian semua punya tingkat yang rendah tapi bisa melakukan semuanya dengan baik. Tidak disangka, kau pikir mungkin sekarang kau bisa menang?”
Merlihat Mari tersenyum lebar, Takeru membuat ekspresi keadaannya yang skakmat.
Saat masa-masa SMP Takeru terinspirasi untuk merubah inkuisisi, lalu saat kelas dua pertarungan deathmatch antara dia melawan Ouka dan dia benar-benar dibantai telak. Lalu dia tidak bisa melihat kalau dirinya punya kesempatan mengalahkan Ouka.
Berbicara sejujurnya, tidak ada bedanya dengan yang sekarang.
Itu yang Takeru pikirkan.
“Jadi kau meragukan kekuatanku … oke, aku mengerti.”
Tiba-tiba, bayangan hitam menutupi muka Ouka dan dia menatap ke arah Takeru dengan mata yang menyipit.
“Kalau itu yang kau katakan, oke gak masalah, ada rencana yang ingin aku ajukan ke kalian semua … ayo kita ganti suasana sedikit dan keluar.”
Menampakan aura dibelakangnya, Ouka memandang rendah semuanya.
Melihat senyum Ouka yang tanpa takut sama sekali, Takeru terlihat ketakutan.
“Apa? … ini seperti sedikit hiburan saja. Demi kebaikan kalian semua … fufu, fufufufufufufu.”
Ouka mengepalkan tangannya dan tersenyum dingin. Kembali lagi, orang yang diliputi oleh ketakutan hanya Takeru.
Dua hari kemudian. Peleton payah disambut oleh hari sabtu dan minggu dengan berlibur dan datang ke vila yang ada di gunung. Vila itu diurus oleh organisasai inkuisisi dan hanya bisa dipakai dengan izin inkuisitor.
Jadi keadaan masih pagi di sana juga cahaya tidak terlalu banyak, anggota peleton yang berdiri di tengah-tengah hutan, menggunakan pakaian kamuflase.
Dalam tugas ini, Takeru, Usagi, Ikaruga, dan Mari, mereka berdiri di depan Ouka yang menggunakan pakaian kamuflase yang sama dan tank top, membuat sikap yang mengesankan.
“… jadi, kau membawa kami ke tempat seperti ini, apa yang ingin kau lakukan?”
Mari melihat Ouka dengan rasa ketidakpuasan. Usagi dan Ikaruga juga sama, punya ekspresi yang tidak meyakinkan.
Terlihat bermatabat, Ouka mulai berbicara.
“- untuk dua hari kedepan, kita semua akan mengadakan kamp pelatihan.”
Semua orang terjekejut dengan apa yang dibilang Ouka barusan.
“Kamp pelatihan kau bilang … kita sudah ada pelatihan dasar yang menjadi pelajaran wajib, bahkan kita tidak usah datang ke sini dan pakai saja fasilitas dari sekolah, benar ‘kan?”
Saat Usagi bilang begitu, Ouka perlahan menutup matanya.
“Kau sudah membiasakan dirimu dengan keadaan di dalam sekolah. Untuk mengganti suasana, sebuah kamp pelatihan perlu diadakan.”
“Gimana tentang kerja sampingannya Kusanagi?”
“Aku akan mengganti uangnya selama dia cuti. Aku menggunakan uang pribadiku di sini. Itu bagus sejak aku bingung bagaimana caranya menghabiskan uang sejak aku menjadi Dullahan.”
Mari menatap Ouka dengan tajam,
“Kampret!”
Dan dia menggerutu.
“Tidak ada yang jelek di kamp ini. Tempay ini juga ada pemandian air panas dan kalian bisa berendam malam nanti.”
Mendengar tentang pemandian air panas, sifat gadis-gadis itu berubah. Bahkan kalau kepribadian anggota peleton itu berubah, itu tidak akan mengubah fakta kalau gadis suka berendam.
“- tapi, apakah kita bisa beristirahat di malam nanti atau tidak, itu tergantung kalian di siang hari.”
Ouka nyengir, dan tiba-tiba, dia mengambil topi milik Mari dan dipakai di kepalanya.
“Kalau kalian tidak bisa merebut topi ini dariku sampai jam 9 malam – kalian semua akan melakukan latihan malam bersamaku. Fu,fufu … jangan harap kalian bisa tidur … sekarang, aku akan meminta kalian untuk membawa beban 30 kilo di punggung kalian saat melewati gunung ini.”
Mendengar saran yang menggangu ini, kulit Takeru dan Usagi memucat.
Ikagura sendiri memiliki ekspresi yang biasa, linglung.
“Kenapa kau membuat ini menjadi sebuah kompetisi?”
“Kau meragukan kemampuanku … itu memalukan. Itu kenapa, aku akan menunjukan kalian perbedaan antara kekuatan kita sekali saja, itu yang kupikir. Itu juga termasuk sebuah latihan jadi itu untuk membunuh dua burung dengan satu batu.”
Funfun, Ouka menaikan dadanya. Dia hanya seorang pecundang, semua tahu itu.
Lesu, Ikagura menaikan bahunya dan kedua tangannya.
“Aku tidak masalah melakukan itu, tapi sejak itu tidak ada manfaatnya untuk kami. Aku tidak bisa semangat kalo enggak ada penyemangat.”
“Hmm … kau benar juga. Ok, kalau kalian punya kesempatan untuk merebut topi ini dariku, aku akan melakukan apapun yang diminta sama orang yang merebut topi ini.”
Melihat tingkah percaya dirinya Ouka, tatapan mata Ikagura berubah.
“… sekarang, kau bilang ‘apapun’, ‘kan?”
“Ya, apapun. Baiklah, tidak mungkin salah satu dari kalian bisa membuatku merasakan arti kekalahan.”
Mari, yang topinya sudah direbut, dia menginjakan kakinya di tanah dengan amarah dan mencoba untuk mengambilnya kembali dari tangan Ouka.
Ouka menghindari tangan Mari dengan mudah dan membuat ekspresi bingung.
“Jangan kau putuskan sendiri! Kembalikan topiku!”
“Aku cuman minjem doang, lagian ini ‘kan cuman topi, iya ‘kan?”
“Itu bukan topi biasa! Itu adalah barang yang dibelikan untukku oleh semua orang di panti asuhan dengan uang mereka yang sedikit!”
“Hmm … begitu ya.”
Mengetahui keadaan Mari, Ouka tidak bisa menjawab dengan kuat. Ikagura ada disamping mereka, melihat ke arah Ouka dengan ekspresi serius.
“Itu benar, benar sekali! Dadaku yang rata ini hanya hal yang bisa kubanggakan – sialan, sialan kau dan dada besarmu itu!”
Saat pertama kali dimulai diawali dengan candaan, Mari membalas dan menangkap Ikagura.
Ouka menghela nafas dan menerima penggantinya dari Ikagura.
“… kenapa?”
Sesudah menggunakan penggantinya Ouka mengepal tangannya dengan rasa malu.
Semua anggota yang lain menahan tawa mereka saat melihat penampilan Ouka.
Untuk beberapa alasan, Ouka menggunakan telinga anjing di kepalanya. Kebetulan dia juga memakai buntutnya.
“E-Enggak disangka … itu cocok ….”
“Ahahahaha! Tentu saja, Ootori Ouka terlihat mirip dengan anjing! Itu terlalu cocok dengannya!”
“Aku membuat itu jadi itu bergerak berdasarkan perubahan suhu tubuh. Dari pada make topi, itu akan membuat kita lebih bersemangat, ‘kan? Aku akan memelukmu sebelum yang lainnya.”
Melihat reaksi dari yang lain, muka Ouka memerah dan dia menatap Takeru dengan malu.
“Ku-Kusanagi …!”
“Tunggu, aku tidak mengerti kenapa kau melihatku seperti itu … tapi, tidak apa ‘kan? Itu cocok denganmu tahu, itu imut, jadi itu tidak masalah, ‘kan?”
Saat Takeru bilang seperti itu dengan senyum masam, muka Ouka berubah menjadi merah seperti apel.
Tidak tahan menanggung malu dari tatapan seluruh anggota, dia menaikan bahunya dengan marah dan berbalik.
“Ka-Kalian semua akan bergerak dalam lima belas menit lagi! Aku pastikan kalian membayar semua rasa malu ini … tidak ada kata ampun, bersiaplah kalian semua!”
Meninggalkan perkataan yang sama jahatnya seperti tokoh antagonis, Ouka menghilang di dalam hutan sendirian.
Lima belas menit kemudian. Peleton payah mulai bergerak.
Aturan mainnya sederhana. Semua anggota mencari Ouka dan mengambil telinga anjing yang dia pakai, atau bisa juga, tembak dia dengan peluru paint ball.
TL note: Paint ball atau juga paint bullet adalah jenis peluru yang digunakan untuk airsoft gun.
Meski begitu, kalau mereka tertembak oleh Ouka atau disayat dengan pisau plastiknya, mereka mendapat hukuman dan tidak bisa bergerak untuk 10 menit.
Setiap anggota memegang senjata yang sama dan mereka mulai masuk kedalam hutan, Tentu, Mari yang bukan anggota peleton diam-diam bergabung.
“Senjata yang dipegang Nikaido cukup ngeri juga ….”
Usagi yang berjalan di depan memegang sebuah senapan serbu melanjutkan menatap dengan risih ke Mari yang berjalan dibelakangnya, lalu bicara dengan gelisah.
Mari tersenyum lebar saat dia melihat sekitar dengan pistol mitraliur yang dia pegang di kedua tangannya.
“Aku benci senjata api, tapi ini terasa sangat nikmat saat menembak waktu turnamen beberapa hari yang lalu~ aku merasa kecanduan!”
“Bisakah kau tidak mengarahkannya ke arahku?! Ahh, yang bener aja, semak-semaknya mengganggu dan banyak nyamuk! Ukyah?! Ada sarang laba-laba di mukaku!”
“Ahahaha, Usagi-chan~ kau sangat gugup~ – hei, ada sesuatu yang lembek jatuh di atasku! Eh, lintah?! Gyaah, itu nyangkut di bajuku! Ta-Takeru, lepasin dong!”
Saat mereka benar-benar tidak sadar dengan suara mereka yang keras dan jejak mereka, Takeru melepaskan lintah dari Mari menggunakan korek.
“Kalian, coba tenang sedikit … aku tahu ini kejam untuk meminta gadis perang gerilya, tapi ini maraton lewat pegunungan, kalian tahu?”
“Ta-Takeru kau tidak masalah dengan itu? Itu lintah loh! Mereka akan menghisap darahmu kau tahu?!”
“Yeah, aku … dulu, sudah dilatih oleh pelatih guru pedangku untuk biasa dengan keadaan seperti ini. Jadi aku baik-baik aja dengan serangga dan hewan buas.”
Tentu saja, cara berjalan Takeru dihutan sangat ahli.
“Biasa saja … latihan seperti apa yang diberikan sama pelatihmu itu ..?!”
Ditanya seperti itu, Takeru mengingat masa lalu.
Mengingat latihan bersama dengan gurunya, banyak hal yang dilalui dengan darah, kenangan yang menyakitkan membuatnya muak.
“… apa kalian ingin tahu?
“… tidak, tidak usah. Itu seperti aku merasakan trauma yang sama.”
Melihat ekspresi Takeru, Mari dengan tidak nyaman merubah jalannya ke depan.
Bagaimana pun, Ikagura yang dibelakang Takeru bersifat tidak biasa. Mukanya juga menunjukan ada semangat.
Meski begitu, senjatanya adalah pistol Derringer dan untuk alasan yang lain, dia menggunakan seragam suster.
TL note: Derringer terkadang diartikan pada pistol berukuran kecil yang bukan revolver atau pistol semiotomatis.
“Hari ini, aku memakai gaya suster.”
Itu akan mengganggu kalau kau bilang seperti tanpa merasa berdosa.
“… kau, cobalah untuk serius sekali saja.”
“Apa? Tapi aku sangat serius loh?”
“Tidak peduli apa yang kau pikirkan, penampilanmu terlihat seperti orang yang tidak serius. Apa kau punya tujuan lain?”
“Bodoh, pastinya, ini jebakan.”
Dibalas dengan sebuah ekspresi yang aneh, pojok mata Takeru bergetar.
“… Ootori itu cewek, ‘kan?”
“? Jadi? Jadi aku?”
Dia membuat ekspresi membingungkan. Pembicaraan pun menjadi tidak nyambung.
“… yang mungkin tertangkap hanya kau dan aku, kurasa seperti itu.”
“itu tidak benar. Saat dia melihatku seperti ini, bahkan pergerakan Ootori akan berhenti sebentar. Menggunakan pergerakan awal musuh adalah hal dasar dari bertarung. Aku belajar itu dari manga yang kubaca dulu, judulnya, ‘Commando’ kayak gitu? Itu hebat, aku akan menangkap Ootori dengan teknik ini dan memeluknya dengan erat.”
Bahkan kalau dia meremas tangannya dengan ganas, seragam suster adalah seragam suster juga. Takeru tidak berpikir kalau Ouka akan tertipu dengan teknik fiksi seperti itu.
Takeru melanjutkan jalannya melewati hutan.
“… yah, kita sudah menjadi malas jadi apa yang dikatakan Ootori masuk akal. Kita tidak bisa melakukan latihan seperti ini dengan pertarungan di hutan sungguhan di sekolah.”
Bahkan saat dia berpikir begitu di bawah langit yang baru pagi, Takeru mengencangkan pegangan pisau plastiknya.
“… suasana ini membuat nostalgia.”
Mengingat pertarungan dari SMP, dia menikmati perasaannya.
Meski ada pelajaran utama saat kelas satu, saat kelas dua mereka ditekan untuk membunuh teman satu kelas smaa lain, diantara siswa yang kelabakan, hanya Takeru dan Ouka yang biasa saja.
Dengan melihat sekilas Ouka, Takeru dengan yakin berkata,
“Dia kuat.”
Tetap, waktu itu dia tidak merasa kalau dia bisa kalah. Memberi sebuah peluang untuk memamerkan hasil latihannya, dia langsung bersemangat.
Dan, kekalahan itu adalah hasilnya. Berakhir dengan dia tidak bisa menggerakan tangan atau kakinya.
Aku yakin, Takeru berpikir begitu dan tertawa diam-diam.
Sejujurnya, aku menjadi sedikit semangat.
Waktu SMP dia tidak bisa menang meski dia menggunakan Soumatou, tapi itu bukan alasan untuknya tidak punya kesempatan sekarang ini.
Menjadi cukup serius, Takeru fokus pada dirinya sendiri.
… tapi,
“- eh?”
Sebelum dia sadar, Usagi dan Mari yang sedang berjalan di depan mereka sudah hilang.”
“… kampret, sekarang tinggal padaku.”
Karena dia berjalan dengan linglung, dia kehilangan dua orang itu.
Di depannya tersebar semak dan pohon yang tebal. Kemanapun matanya melihat, pemandangannya sama saja.
Hutan jenis konifer seperti ini banyak semak-semak dan pohon-pohon dan membuat cahaya sulit masuk kedalam hutan lalu membuat orang tersesat.
TL note: Hutan konifer adalah hutan yang didominasi oleh vegetasi berdaun jarum (conifer). hutan ini banyak terdapat di daerah iklim sedang sampai dingin dan memiliki ciri-ciri vegetasinya memiliki ketinggian yang relatif sama, berbatang lurus, dan berbentuk kerucut seperti pinus, cemar dan cedar.
Takeru membawa Ikaruga bersamanya dengan buru-buru mulai mencari Usagi dan Mari.
Usagi bergerak di depan dengan memegang senapan serbu dengan langkah yang hati-hati.
Lalu, menemukan lembah dari pinggir bukit, dia memberi sinyal untuk berhenti dengan tangannya ke rekan-rekannya yang ada di belakang.
“Aku melihat sesuatu. Ayo menyebar ke kiri dan kanan lalu kepung.”
Dia bilang begitu, tapi tidak ada jawaban.
“Kusanagi?”
Tidak ada satu orang pun di belakangnya.
“Fu … fuwawawaaaa ….”
Muka Usagi dengan cepat memucat.
Saat Usagi sadar sekarang dia tinggal sendirian, dia mulai waspada terhadap sekitar, senapan yang dia pegang bergetar. Sangat ketakutan, dia mulai bergerak dengan gelisah.
Untuk Usagi yang suka rasa gelisah berlebihan, situasi ini sangat buruk.
Di sana ada suara dan gerakan dari ranting yang diinjak dan membuat Usagi terkejut, benda itu sudah dia lewati saat baru saja dia datang.
Saat dia melihat melalui bidikan untuk memastikan ada apa, dia melotot dengan sangat terkejut.
Ditengah-tengah bidikannya, ada sepasang telinga anjing yang terlihat.
“Ti-tidak peduli apa itu, itu pasti jebakan ….”
Usagi bersembunyi di belakang pohon dan tetap waspada. Jika yang dia perhatikan ada pergerakan sedikit saja, dia akan bisa untuk merespon dengan refleknya.
Dia memelankan suara nafas dan bersembunyi, menunggu Ouka untuk begerak.
Tetap waspada di 360° sisinya, dia melanjutkan untuk mengintai, yang mana itu hal yang biasa dilakukan bagi penembak jitu, dia terampil saat mencari tanda-tanda musuh.
Tapi, ada saat itu.
PAM!
Sebuah suara datang dari belakangnya.
Meski begitu, Usagi dengan buru-buru berputar, dan senjatanya dibuang dan dia dikunci dengan gerakan nelson.
TL note: Gerakan Nelson ialah semacam gerakan mengunci dalam pertarungan CQC (close quarter combat).
“Agh …!”
Akhirnya, kuncian tadi sudah melemah dan dia diseret ke bawah tumpukan daun, lalu meletakan pisau di lehernya.
“- kau naif. Bagaimana kau bisa tidak waspada di atas dan bawahmu.”
“Ka-Kau ada di atas pohon?!”
“Gerakanmu mudah terbaca, Saionji, sejak kau tahu aku akan menyerangmu secara tiba-tiba, kau seharusnya berpikir untuk munduk. Kau seharusnya mundur dan bergabung dulu dengan Kusanagi juga yang lainnya.”
“… khh.”
“Dari awal memang ada serangan kejutan dari samping dan menunggu kau bergerak, mencoba bergerak sendiri itu namanya bunuh diri. Saionji Usagi, 10 pinalti.”
Tangannya dilepas dari kekangan Ouka, Usagi dengan kesal berdiri.
Meski begitu, saat dia baru saja berdiri,keberadaan Ouka sudah menghilang.
Mengakui kekuatan Ouka, Usagi mendesah pelan.
HUFT HUFT.
Itu sepertinya latihan di dalam hutan seperti ini mustahil untuk Mari dari awal karena refleknya buruk.
Sebelum dia sadar, Mari berjalan ke tanah becek yang berlumpur, dan ada sebuah gelembung kecil muncul dari bawah kakinya. Karena sejak dua hari kemarin ada hujan lebat, bergerak menjadi sulit.
Mari sulit berjalan ke depan, dan kakinya menjadi terjebak di lumpur.
Dan, saat dia menggoyangkan kakinya dan meletakkan tangannya di lumpur.
MUNYUN.
“Hmm?”
Tangannya merasakan sesuatu yang lembut yang jelas berbeda dari lumpur.
Saat dia melihat lebih dekat apa yang tangannya pegang, dia melihat dua gelembung yang tidak normal dari lumpur.
Dengan cepat, lumpur itu bergerak dan sesuatu menyerang Mari dari situ.
“Gyaaaaaahhhh!”
Saat berteriak, dia ditarik lagi dengan sesuatu yang datang dari lumpur dan lehernya sudah di letakan pisau pelastik.
Mari memutar wajahnya dan melihat Ouka, yang benar-benar tertutup oleh lumpur.
Dia berada di lumpur dan bersiap untuk mengepung.
“Aku tidak berpikir kau akan kalah di sini … tapi ya sudahlah. Nikaido mari, 10 menit pinalti.”
“Kau sampai seperti ini?! Apa kau ingin membuat suasana seperti perang vietnam?!”
Saat Mari menunjuk, Ouka membuka lebar matanya. Matanya cukup suram dan terlihat dia sudah melihat dan merasakan neraka di medan perang. Lalu, dia menekan pisau yang ada di leher Mari semakin kencang.
“Hihh.”
Sebuah suara jeritan keluar dari tenggorokan Mari.
“Sudah kubilang, persiapkan dirimu karena aku tidak akan memberi ampun, benarkan.”
“Hanya karena kau benci kalah, seriusan. Kampret, ngumpet dan nyerang mendadak itu kagak adil!”
“Ini satu lawan 3, jadi itu insting. Aku tidak memilih cara untuk menang. Itu salahmu karena kau berpisah dari yang lain.”
“Ahh, ayolah, ada lumpur di syalku! Lepaskan! Apa kau benar-benar perempuan?! Meski kau punya tetek gede dan rambut yang bagus, perempuan kotor pasti akan dibenci!”
Apa yang dibilang Mari barusan ke Ouka dan membuatnya membuat eksperesi canggung.
“I-Itu kagak penting. Dalam pertarungan kehormatan seorang wanita tidak ada artinya – “
“Kotor, kotor! Aku bisa terinfeksi!”
“….”
Tanpa basa-basi, Ouka menggenggam kepala Mari dan langsung mengarahkah tepat ke lumpur.
“Hei! Hentikan, ayolah berhenti! Aku mengerti, aku kalah! Menyiksa tawanan perang itu melanggar hukum – gyaahhhh!”
Teriakan menyedihkan bergema di seluruh hutan.
Sehabis mendengar terikan Mari, Takeru dan Ikaruga berlari menuju hutan.
Di tengah hutan yang sunyi, Takeru berhenti di dekat sumber air kecil.
“Teriakan tadi berasal dari sekitar sini ….”
“Itu suaranya Nikaido ‘kan. Sesudah berteriak, ada suara tangisan muncul.”
Meski mereka tidak tahu apa yang terjadi pada Mari, mereka bisa membayangkan apa yang terjadi.
Takeru mengambil binokular dan melihat dari ketinggian.
Dari sumber air, ada tempat yang terhimpit oleh dua bukit, di sana ada bayangan manusia.
Di sana ada Mari yang mukanya di tekan ke lumpur dan – Ouka yang berjalan dengan pelan, memegang dua pistol mitraliur di tangannya dan sabuk di sekitar pinggangnya.
Tanpa sadar, Takeru mengeluarkan suara panik.
Tubuhnya dilapisi oleh lumpur. Dia menggunakan tank top, celana pendek dengan corak kamuflase dan terlihat seperti anggota pasukan khusus seperti di film tembak-tembakan. Bagaimana pun, dari pada memakai topi hijau di kepalanya, dia memakai telinga anjing. Mereka bergerak dengan semangat menanggapi Ouka.
Meski jaraknya jauh, mata Ouka berubah arah ke arah mereka berdua.
“Jadi posisi kita sudah ketahuan …!”
Matanya terlihat berapi-api dan langsung mengunci Takeru dan Ikaruga sebagai sasaran, Ouka bergerak ke arah mereka dengan telinga yang bergerak.
“A-Ayo kita mundur dulu ..! ini buruk dia melihat ke sini dengan senapan mesin!”
Saat Takeru mencoba untuk mundur, Ikaruga menepuk pundaknya.
“Kusanagi, kau putari dia, aku yang menjadi umpan.”
“… Suginami, kau ….”
“Tidak apa, serahkan saja pada Ikaruga-onee-san.”
Saat ikaruga mengacungkan jempolnya dan berkedip, daripada berharap, dia hanya bisa merasa cemas.
Yah, begitu, Takeru berpikir dan bersembunyi di balik semak-semak, lalu mengecek pergerakan Ouka dan dia bersiap memutarinya.
Dari belakang tanaman, Takeru melihat hawa yang tidak biasa antara Ouka dan Ikaruga.
Ikaruga meloncat keluar dari semak di depan pas Ouka. Seperti yang sudah dia prediksi, Ouka mengarahkan senapan mesinnya.
Mereka berdua saling menatap dalam jarak yang dekat.
Lalu, saat Ouka mencoba menarik pelatuk.
Ikaruga perlahan mengerluarkan sesuatu dari kantok teteknya, yang terlihat seperti setumpuk kertas.
Lalu saat dia menunjukan ke depan, ke arah Ouka.
Salah satu lembar – adalah sebuah foto Ouka yang telanjang saat dia sedang ganti baju.”
“Kalau kau menembakku sekarang – aku akan sebar foto ini di seluruh sekolah!”
….
….
– itu tidak ada hubungannya dengan suster.
Bukan hanya itu, itu jelas pencemaran nama baik.
Ikaruga membuat ekspresi sombong dan mengibaskan foto itu ke atas.
“Sekarang, cepat cepat, berlutut kalau kau tidak mau aku menyebarkan ini! Puji aku! Ayo~ jilat sepatuku – “
DORDORDORDROR!
Saat rasa bahagia Ikaruga sudah sampai puncaknya, Ouka membuat ekspresi terkejut dan menarik pelatuk senapan mesinnya.
Tubuh Ikaruga berubah warna menjadi kuning, saat tubuhnya berwarna kuning, Ouka mengambil foto itu darinya.
“Suginami Ikaruga … 10 menit pinalti. Apa kau bodoh?”
“Fufufu sayang sekali, bukan foto itu saja yang aku punya!”
Tiba-tiba entah darimana, Ikaruga mengeluarkan banyak sekali foto. Dengan balasan, Ouka tanpa ampun menembak ke arah pantat Ikaruga.
Menatap Ikaruga dengan pantat yang nungging dan mengeluarkan nafas kasar, muka Ouka terlihat bergetar.
“Aku akan kembali untuk mengambil negatif fotonya nanti, kau tetap seperti ini …!”
“Haa, haa … ahn, mantap, aku menjadi ketagihan seperti ini.”
Memalingkan muka dari Ikaruga yang menggoyang-goyangkan pantatnya, Ouka menegaskan ekspresinya.
“Kusanagi, aku tahu kau di sana! Keluar!”
Mendengar suara Ouka, Takeru menghela nafas saat dia bersembunyi di belakang pohon.
Meski saat dia berinteraksi dengan Ikaruga dia tidak lengah sedikit pun. Yang bisa dilakukan sekarang adalah membidiknya dengan pistol, tapi Takeru hanya bisa menggunakan pedang. Dia tidak punya kesempatan untuk melakukan serangan kejutan kecuali dari jarak dekat.
Takeru dengan enggan menunjukan dirinya ke Ouka, menarik pedangnya dan berhadapan dengan Ouka.
Ouka juga, membuang senapan mesinnya dan mengeluarkan pistol favoritnya.
Kemudian mulutnya melengkung.
“… ini membuatku ingat masa-masa SMP dulu. Dan juga, kita adalah orang terakhir yang berdiri dan berhadapan seperti ini.”
“Jadi kau ingat juga.”
“Aku tadinya lupa .. tapi aku ingat saat bertarung dengan 《Einherjar》. Dibandingkan dulu, ekspresimu sudah menjadi lembut sedikit.”
Bagaimanapun. Dia tetap mengarahkan laras pistolnya ke Takeru.
“- cahaya di matamu tidak berubah.”
Dibilang begitu, Takeru tersenyum tipis.
Ouka berjalan dari pinggir dengan pelan saat dia mengarahkan laras pistolnya ke Takeru. Takeru juga mengukur jarak dan bergerak tanpa meninggalkan tempatnya. Dia juga mengarahkan ujung pedangnya ke Ouka.
“Aku tidak peduli kalau kau memakai Soumatou. Ayo kita pakai semua yang kita bisa.”
“… tidak, kalau aku menyerang kau saat menggunakan itu, aku akan melukai kau daripada menggunakan pedang plastik.”
Mendengar kata-kata itu, Ouka menghela nafas dengan kecewa dan mengeleng-gelengkan kepalanya.
“… Kusanagi, apa kau tidak mengerti apa yang kumaksud?”
“?”
“Hanya sekarang – kubilang, kalau kau tidak menggunakan Soumatou, kau tidak akan punya kesempatan mengalahkanku.”
“… a … apa?”
Sebuah kata-kata tajam langsung menerjam pikiran Takeru.
Masih mengarahkan laras pistol ke Takeru, Ouka melanjutkan.
“Kau harus memperbaiki sifatmu untuk tetap menjadi ahli pedang. Apa kau tidak pernah belajar cara memegang pistol dulu?”
“Tidak, sebuah pedang bisa mengalahkan pistol.”
SNAP
Sesuatu memberontak di dalam diri Takeru. Tidak lama, ekspresinya mengandung kemarahan.
“- sekarang kau sudah bilang itu …!”
Dan, dia mengaktifkan teknik yang membuatnya untuk menaikan kinerja otak sampai batasnya, Soumatou. Dalam pergerakan waktu yang lambat, hanya Takeru sendiri yang bergerak cepat.
TL corrcetion: Soumatou sama seperti teori relativitas waktu. Yang dilihat Takeru itu bergerak lambat, karena dia bergerak dengan sangat cepat.
“Aku tidak akan melukainya! Hanya menjatuhkan senjatanya!”
Dia mendekatkan jarak dengan sekali gerakan dan mengayunkan pedangnya ke arah laras pistol.
Tapi, selanjutnya – Kaki Takeru terjebak sesuatu.
“Woahhh – ?!”
Kakinya terangkat saat dia menggunakan tekniknya dan sebelum dia sadar, dia sedang di udara.
Takeru melepaskan Soumatou dan saat dia tergantung, dia baru sadar.
Kaki kanannya tertarik oleh tali.
“Je-Jebakan?!”
Merasa kaget, Takeru melihat ke Ouka.
Ouka melihat dari bawah ke atas dan tersenyum lebar ke Takeru.
Ouka mengerjainya. Dengan dia menggunakan Soumatou dan memanas-manasinya, dia menangkap Takeru dengan jebakan.
“… Jadi dia bergerak ke samping saat dia mengarahkan pistolnya bukan untuk mengubah jarak, tapi membawaku ke perangkap, huh ….”
Melemaskan tubuhnya yang tegang, Takeru dengan pelan membiarkan tubuhnya tertarik oleh gravitasi.
“… sepertinya aku sudah kalah.”
“Kelemahanmu adalah kau mudah marah saat seseorang menjelek-jelekan ahli pedang. Jadi kau membiarkan begitu saja ejekan itu membuat darahmu tinggi, kau mungin akan mati.”
“… kau benar.”
“Selain Suginami, aku ingin kau dan Saionji untuk bisa merasakan bahaya yang dibuat oleh kelemahanmu sendiri. Aku sengaja merencanakan kamp pelatihan ini buat itu saja. Memakai teknik ini, kupikir aku bisa membantumu untuk mencari cara untuk melawan kelemahanmu.
Takeru tidak bisa mengeluarkan alasan lagi untuk membela dirinya. Dia sekarang tahu siapa kaptennya sekarang.
“Pokoknya,”
Ouka menambahkan dan berjalan tepat ke depan Takeru.
Dan dia berbicara dengan nada minta maaf.
“Meski itu rencanaku … aku telah melukai harga dirimu. Maaf, tolong maafkan aku.”
“Hahaha, aku tidak peduli. Dan faktanya, seperti yang kau bilang, aku mudah marah.”
Saat Takeru membalas dengan kata-kata seperti itu, Ouka menggelengkan kepalanya dengan ekspresi serius dan menepuk-nepuk pipinya.
“Aku tahu kau kurang ahli dengan pistol atau yang lainnya yang bukan sesuatu yang bisa dilakukan dengan usaha … dan lebih dari itu, pedang itu tidak terlalu lemah. Sampai sekarang, kemampuan pedangmu itu menyelamatkanku berkali-kali.”
“…. Ootori.”
“Kau itu kuat, kujamin itu. Itu kenapa, biarkan aku meminta maaf dengan benar. Aku sangat menyesal.”
Diberitahu sesuatu yang membuatnya bahagia, Takeru tanpa sadar menatap Ouka. Entah bagaimana, suasana di antara mereka berdua berubah menjadi aneh, dan saat itu juga.
Merasa haus akan darah di belakang, Ouka berpaling ke belakang.
Menembus udara, sebuah peluru kena kepalanya.
“Ngh, Saoinji!”
Di depan Ouka, ada Usagi yang berdiri di atas bukit dan mengarahkan laras senapannya ke arah Ouka.
“10 menit sudah lewat kau tahu! Sekarang, kenapa kau merayunya di sini sendirian, aku ingin tahu!”
Dia pasti sudah melihat suasana perubahan antara Takeru dan Ouka. Termakan oleh rasa iri, Usagi menembak ke Ouka.
Ouka dengan berani menghindar dari peluru cat, tapi karena gerakannya, telinga anjingnya jatuh dari kepalanya.
“Sialan – !”
Meski dia mencoba untuk menangkapnya dengan tergesa-gesa, mereka mencoba mengambil dengan tangan, dan seperti itu.
Bando itu terlempar ke atas tepat ke tangan Takeru yang sedang tergantung.
“Eh?”
“… apa ….”
Takeru menangkap telinga anjing dengan ekspresi bingung, dan saling menatap dengan Ouka.
Kondisi kemenangan kalau Ouka terserang atau telinga anjingnya di ambil.
Dan kondisi untuk anggota yang lain untuk menerima hukuman kalau mereka terkena tembakan atau diserang menggunakan pisau.
Takeru hanya kena perangkap, tapi tidak tertembak atau disayat oleh pisau Ouka.
Dengan kata lain –
“… ini … kemenanganku?”
Ouka berlutut tepat di depan Takeru, yang tersenyum pahit.
Jam sembilan malam. Habis makan malam.
Takeru mengistirahatkan badannya, sendirian di kamar mandi pria.
“Phew~ … aku tidak pernah membayangkan ini, tapi kamar mandi besar bagus juga.”
Dia menaruh sebuah handuk di kepalanya dan melihat ke arah langit yang berbintang lewat pemandian air panas. Udara dari pemandian air panas menyebar ke seluruh tubuhnya yang kelelahan, itu adalah kenyamanan yang tidak bisa dijelaskan.
Akhirnya, Takeru sendiri yang memenangkan pertarungan seharian tadi, tapi dia tidak puas karena dia menang meski dia kena jebakan sederhana.
Dia membuang hadiahnya yaitu membiarkan Ouka melakukan apapun yang dia mau dan semua anggota melanjutkan latihan di hutan siang tadi.
Sejak Ouka yang memimpin latihan barusan itu cukup sulit, tapi terima kasih karena sudah memberitahukan kelemahan dengan cepat.
Sebagai mantan Dullahan, Ouka itu bagus untuk mengajari yang lain.
“Itu membuatku bingung, siapa yang kaptennya di sini.”
Saat kecewa dengan kemampuannya sendiri, dia berterima kasih pada Ouka. Kehadirannya yang kelewat serius sangat bagus untuk perkembangan Peleton Payah agar tetap berdiri.
Ouka juga lebih menjadi lebih akrab sekarang dibanding pertama kali dia masuk, dari sini semuanya pasti mengarah ke hal baik.
“Demi kebaikan itu, aku harus melelakukan sesuatu masalah emosiku … tapi ini sudah lebih baik dibanding beberapa waktu yang lalu, tapi perasaanku sebagai ahli pedang tidak berubah ….”
Dia bergumam dan menggeleng-gelengkan kepalanya, untuk berhenti berpikir.
“Ayo kita nikmati pemandian air panas. Dia berpikir begitu dan mengusap-usap bahunya.”
Saat dia menyipitkan matanya dan menggosok giginya, tiba-tiba, dia mendengar sebuah suara dari pintu geser arah pintu masuk.
Yang menggunakan fasilitas ini sekarang cuman Peleton Payah saja, seharusnya tidak ada laki-laki lain selain dia.
Berpikir mungkin itu seorang karyawan, dia hanya bisa bengong saat dia menatap pintu masuk dan di sana – Ouka sedang berdiri hanya dengan handuk di badannya.
Untuk sebentar, Takeru menatap tubuhnya Ouka dengan bingung.
“… tunggu sebentar.”
Karena dia benar-benar menikmati dirinya bersantai di air panas dia tidak bisa berpikir dengan baik, tapi melihat Ouka yang malu dan pipinya yang memerah, dia kembali ke dirinya sendiri.
“- I-Ini kamar mandi laki-laki Ootori! Atau aku salah masuk?!”
Dia mencoba berdiri dengan panik, tapi karena dia telanjang dan dia pun kembali ke kolam.
Melihat diam-diam ke Takeru, Ouka bergumam.
“… Ku-Kusanagi, hari ini … kau yang memenangkan pertandingan. Kau bilang kau tidak butuh hadiah itu, tapi aku tidak puas kalau tidak melakukan sesuatu.”
“Ya-ya … lagian, kenapa kau di kamar mandi pria …?”
Saat Takeru bertanya, Ouka merendahkan pandangannya dan melihat ke Takeru, lalu mulai lagi bergumam.
“Suginami bilang … aku setidaknya bisa menggosok punggungmu. Aku berpikir begitu … tapi aku tidak bisa melakukan yang lain untukmu.”
“Tidak, pasti ada cara lain ….”
Meski Takeru berpikir begitu, Takeru tidak menolaknya.
Masalah terbesarnya, dia tidak menolak semua itu.
“Apa ada yang gatal …?”
“E-Enggak.”
Hanya menggunakan handuk dan sedang menggosok punggungnya, Takeru punya masalah untuk memfokuskan matanya.
Dia sudah dibilang untuk tidak membalikan badannya, tapi sejak ada cermin di depannya, dia sedikit melihat ke arah tubuh Ouka.
Ouka bilang bilang dia menjadi lebih jantan karena kehidupan yang Takeru hadapi, tapi itu tidak terlihat sama sekali.
Selain itu, Takeru berpikir kalau Ouka punya tubuh yang feminim. Dadanya besar dan pinggangnya ….
“Kampret, masa iya aku mikirin itu sekarang …!”
Takeru menggoyangkan kepalanya.”
“A-Apa kau memaksakan dirimu? Suginami ‘kan yang bilang ke kau untuk melakukan ini, benarkan?|
“Tidak, bukan seperti itu. I-Ini, sosialisasi dengan telanjang ‘kan? Suginami bilang itu lah caranya. Untukku, yang sulit bersosialisasi, ini juga latihan yang bagus.”
… dia terinspirasi oleh untuk melakukan sesuatu yang berbahaya.
Takeru mencoba menghentikan Ouka dengan cepat, tapi dia tidak bisa bicara.
Tidak, itu bukan dia tidak bisa, cuman dia mau.
Dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Berbicara sejujurya, Takeru tidak mau Ouka berhenti melakukan apa yang dia lakukan karena kesalahpahaman.
Dia merasakan dua tonjolan lembut di punggungnya.
Ouka yang dia bisa lihat di cermin memerah saat dia melakukan yang terbaik untuk menggosok Takeru dengan dadanya. Rambutnya basah, pipinya merona, dan dadanya naik dan turun di punggungnya.
Ini adalah situasi yang tidak bisa dia pahami tapi ….
Tidak, sejujurnya, aku tidak cukup hanya dengan ini.
Takeru sebenarnya tidak mau dia berhenti. Seorang pria yang bernama, Kusanagi Takeru benar-benar mengejutkan, seorang yang sangat mesum.
Takeru menikmati sensasi Ouka dengan ekspresi menghayal.
“Apa, membuatnya berhenti itu pemandangan mubazir. Selama itu tidak bertindak lebih jauh sampai ‘Ini memalukan bagi pria menolak kemauan wanita.’ Tambahnya, sejak dia melakukan itu dengan sukarela –“
Saat dia berpikir seperti itu.
Sekali lagi, pintu geser di pintu masuk itu terbuka dengan mainan dan –
“….”
Di sana ada Usagi dan Mari yang telanjang bulat.
Di balik mereka berduam ada Ikaruga yang – melihat perubahan Takeru dan Ouka,
“Bfttt,”
Berubah menjadi gelak tawa.
Usagi dan Mari melihat Ouka yang menekan dadanya ke punggung Takeru, bernafas dengan kencang, dan membuat Takeru menjadi lebih mesum, ekspresi bahagia, lalu mereka terdiam.
Takeru memucat dan memikiran apa yang terjadi selanjutnya.
Ikaruga itu, dia tidak berniat menghentikan apa yang terjadi dan membiarkan Takeru mendapatkan bagian yang terbaik.
Hanya ada satu kesimpulan. Sekali lagi, Takeru jatuh ke dalam perangkap.
Di situasi ini, dia tidak punya alasan lagi untuk menyelamatkan dirinya.
– sesudah itu, tidak usah ditanya lagi kalau Usagi dan Mari menggunakan ember kayu untuk memukuli Takeru.
- Home
- All Mangas
- Taimadou Gakuen 35 Shinkai Shoutai, Another Mission
- Mission 01 - Kamp Latihan Instruktur Ouka