- Home
- All Mangas
- Rokudenashi Majutsu Koushi to Akashic Record
- Chapter 02 - Persiapan Pesta Dansa dan Pemikiran Egois. (Part 3)
“Sensei, kau dengar tidak?!”
Glenn seketika balik dari kenangannya karena suara nyaring nan menusuk Sistine.
“… ah, iya. Tadi kau bilang apa?”
“Aku cuman mau menjelaskan kesulitan Sylph Waltz! Caranya, tinggal ikuti apa yang kubilang tadi ….”
“Ah … iya, iya … maksudmu gerakan itu, ‘benarkan?
Sikap Glenn yang masa bodo hanya membuat Sistine semakin marah.
“Uuu … Sensei paham tidak sih?! Ini Sylph Waltz tahu! Ini lebih susah dari Langkah Pertama Nobel Waltz tahu!”
“Iya, iya … aku sudah paham.”
“Rumia, aku ‘kan sudah memakai waktu jadwalku yang padat, bisa enggak sih serius dikit aja? Huh? A-Apa yang lucu?”
Sistine yang penasaran menatap Glenn, yang tersenyum curiga.
“Enggak kok … aku cuman ngebayangin akhirnya bisa menembak dua burung~”
“Hah?”
Ucapan Glenn menyentuh Sistine.
“Sudah kubilang aku bisa. Jangan khawatir. Lomba ini akan dinilai lewat Sylph Waltz, iya ‘kan? Tapi, kalau memang lomba ini berkelas, aku tidak janji bisa menang, selama yang bermain murid-murid, aku pasti tidak akan kalah.”
Kepercayaan diri Glenn yang entah darimana masih membuat Sistine kesal.
“Itu baru namanya PD! Kalau begitu, aku ingin melihat sebagus apa tarian Sensei!”
Balas Sistine dengan menjulurkan tangannya ke Glenn.
Tata cara ini, adalah untuk menawarkan undangan untuk berdansa.
“Jadi, boleh aku bergabung?”
“Cih … merepotkan ….”
Dengan sarung tangan terlempar, Glenn hanya bisa menerima ajakan Sistine dengan enggan. Singkatnya, ini bisa menjadi kesempatan yang bagus bagi Glenn memamerkan kemampuannya.
“Sisti, Sensei, apa kalian siap? Baik kita mulai~”
Rumia dengan handal memainkan pemutar musik di pojokan lapangan, meletakkan piringan hitam sebelum tambahan jarum diletakkan di atasnya.
Lalu, pemutar musik mulai memainkan gerakan pertama dari “Sinfonia di Syphilde” lewat pengeras suara yang besar. Itu adalah bagian yang besar dan elegan, dengan tanda-tanda suku pengembara di antara nada-nada agungnya.
Jelas, gerakan pertama Sylph Waltz yang paling mudah dari kedelapan. Itu adalah gerakan yang bahkan pemula bisa menguasainya dengan latihan singkat.
Sistine menatap kesal Glenn, yang berdiri lesu di depannya, kadang menguap karena bosan.
“Hmph … mari kita lihat sampai mana kau bisa! Berdoa semoga tidak ada tulang yang patah setelah ini!”
Sistine tersenyum jahat. Jelas, Sistine sangat percaya diri dengan tariannya, dimana dia sering terus berlatih dari kecil sebelum memulai debutnya.
“Meski aku sering dikerjain Sensei … aku yakin, kali ini aku yang menang!”
Sistine sudah lama lupa dengan niat aslinya dan sekarang dia bersiap untuk balas dendam.
Mulanya, Sistine sudah mendorong Rumia untuk berpartisipasi berdansa dengan Glenn. Tapi, dengan bujukan Rumia yang sangat efektif, Sistine sendirilah yang berniat mengajak Glenn dan gagal. Saat itu, Sistine meyakinkan dirinya kalau dia tidak perlu berpasangan dengan Glenn.
Namun, saat dia melihat Glenn dan Rumia berlatih dengan kasih sayang, disusul dengan apa yang perlu dilakukan untuk menjadi penampilan penuh dengan kasih sayang, Sistine secara tidak langsung perlu campur tangan.
Dia berlawanan dengan ideologinya, Sistine juga merasa perlu untuk memberi pelajaran Glenn satu atau dua kali sebagai balasan dan ini adalah kesempatan yang sempurna.
“Maju sini, biar aku buktikan kau adalah penari yang jelek, Sensei~♪”
Dengan pembukaan yang semakin dekat, Sistine membungkuk elegan, dimana Glenn balas dengan membungkuk lesu. Mereka lalu melangkah ke depan, sebelum bergandengan tangan.
Dengan posisi bersiap, dansa akhirnya dimulai.
“?!”
Saat itu, Glenn tiba-tiba memepet tubuhnya mendekat ke Sistine, dengan kelesuan yang tadi tidak terlihat.
“Mulai!”
Glenn mulai melangkah, memaksa menghempaskan Sistine yang belum siap dengan gerakannya yang energik.
“Apa – ….”
Sistine benar-benar terkejut dengan inisiatif Glenn dan merasa tubuhnya sedang terjebak di dalam badai petir. Irama dan langkah cepat yang tidak biasa, lompatan agresif, berputar dan menikung dengan cepat, dan terus seperti itu membuat dunia di mata Sistine berputar. Lalu, Sistine kewalahan dengan adrenalin saat hatinya mengikuti ritme musik.
“Se-Sensei … ho-hoi … tu-tunggu – ….”
Sistine kewalahan kehabisan nafas, dia berusaha yang terbaik untuk keluar dari cengkraman Glenn. Namun, dengan pelukan ketat Glenn, dia tidak bisa melawan dan pasrah mengikuti gerakan Glenn.
Tidak lama, gelombang putih menutupi matanya, saat kakinya menjadi kusut karena putaran yang tidak ada hentinya. Namun, Glenn tiba-tiba datang membantu, merangkul tubuh Sistine dengan kekuatan luar biasa dan lanjut menari dengan semangat sampai akhir.
“Hei, itu lihat ….”
“Wow …! Hebat sekali ….”
Tarian spektakuler Glenn tidak hanya membuat Rumia terdiam, juga perlahan membuat banyak perhatian penonton.
“Apa itu benar-benar Sylph Waltz?!”
“Sekilas, gerakannya memang seperti Sylph Waltz … tapi kayaknya sedikit ‘Kasar’ ….”
“Wa-Walau tidak elegan … tapi sangat bergairah …!”
Meski langkah liar Glenn kurang elegan seperti penari senior, gerakannya mengandung energi murni yang hanya bisa ditemui di pedesaan.
“A-Apa in …? Aku tidak pernah melihat Sylph Waltz yang seperti ini ….”
Sistine sudah sampai pada batasnya.
“I-Ini berlebihan! Aku tidak bisa nafas! Pusing … darah … semua tubuhku rasanya sangat panas … jantungku rasanya mau copot ..! Apa perasaan gembira ini?!”
Sistine ingin meminta Glenn untuk menghentikan tarian gila ini, namun di waktu bersamaan, dia tidak bisa memaksa dirinya bertindak. Perlahan, Sistine merasakan hasrat mempercayakan seluruhnya kepada Glenn.
“Ta-Tarian apa ini …? I-Ini apa sih …?”
Gaya agresif Glenn mengikis pikiran jernih Sistine ketika kesadarannya semakin keruh. Di dahinya, butiran keringat berkumpul satu demi satu.
TAP!
Sebelum memukau penonton, Glenn membuat gerakan akhir yang sangat keren.
“Haa … haa … haa ….”
Dengan jantung berdebar-debar dan kulit seperti terbakar. Sistine kewalahan dengan adrenalin dan kepuasaan saat dia terbaring di tangan Glenn.
CLAP! CLAP! CLAP!
Tepuk tangan yang keras langung heboh di sekitar mereka.
“Hahahaha … gimana? Apa aku hebat?”
“?!”
Glenn hanya berbisik singkat ke telinga Sistine sebelum Sistine sadar dari kesurupan dan langsung menjauh dari Glenn.
Seluruh tubuhnya terasa sangat panas. Hanya saat itu Sistine merasa tidak ingin melepaskan genggamannya, dan sensasi luar biasa membuat mukanya memerah.
“Aku dulu punya kenalan yang jago banget kalo udah urusannya sama nari. Yah, kami sudah sering latihan bareng, jadi aku PD kalo urusan kemampuan. Jadi? Gimana?”
Di lain sisi, Sistine sampai terdiam.
“Mungkin, apa teman Sensei dari daerah padang rumput selatan?”
Rumia bertanya.
“Oh? Jadi kau tahu ya, Rumia.”
“Ya, daripada menyebut tarian Sensei murni elegan, kalau dibilang lebih mirip seperti aslinya – tarian tradisional suku pengembara selatan, iya ‘kan?”
“Benar. Apa yang tadi kutunjukan adalah tarian roh dari suku tertentu, namanya ‘Baile del Viento’. Aslinya adalah potongan dari gerakan Sylph Walzt. Dari pengalamanku dengan ‘Baile del Viento’, Sylph Waltz memang enggak gampang sih, sampai-sampai aku menguap terus.”
“Uuu ….”
Sistine mengepal tangannya dengan frustasi.
Melihat dari dekat Sistine dan Glenn saling bertatapan, Riel tiba-tiba berjalan ke depan Glenn.
“Ah, Glenn itu … terlalu mudah. Biar aku yang menjadi lawanmu.”
“Oh? Berani juga kau Riel, aku kaget kalau kau bisa berdansa juga … baiklah, mungkin ini saatnya penari handal mengajarimu … Ahhh~?!”
Namun, Riel salah paham kalau Glenn dan Sistine sedang bergulat barusan, dan dengan engtengnya melempar Glenn ke atas dengan sekali ayunan.
“Kyaa! Se-Sensei! Ri-Riel, jangan lempar Sensei!”
“… eh, salah ya?”
Dengan itu, Glenn dan yang lainnya kembali bertengkar.
“Uwa … lawan yang tangguh akhirnya muncul ….”
“Hmph … kami tidak akan kalah! Ayo latihan terus!”
Di sekitar Glenn, penampilan yang luar biasa sudah memantik api persaingan di dalam diri para pemenang yang beruntung bisa mendapatkan pasangan.
“Sensei. Harus. Mati! Harus!”
Jelas, mereka pecundang yang tidak beruntung tanpa pasangan diam-diam memaki Glenn.
“Ouch … yang benar saja, Riel … ah sudahlah, mari kita latihan, Rumia?”
“Ah baik! Tapi … kalau Sensei mengajariku dengan serius, aku tidak percaya diri dengan kemampuanku mengikuti Sensei, jadi pelan-pelan ya ….”
“Tidak masalah, kayaknya aku juga tadi sedikit kelewatan.”
Dengan itu, Glenn memegang tangan Rumia dan memulai latihan mereka.
Langkah Glenn masih mengandung semangat seperti tadi, tapi ini lebih santai.
Sementara Rumia memang dari awal sedikit kesulitan mengikuti Glenn, tapi dia cepat menyamai langkah Glenn dan perlahan bisa beriringan dengan langkah Glenn.
“Uwaa ….”
Di sekitar mereka, suasana takjub memenuhi sekitar.
Seperti yang diduga dari mantan anggota kerajaan, penampilan Rumia sudah berada di tingkat yang berbeda.
Meski tenaga Glenn yang luar biasa, Rumia bisa mengikuti kecepatannya, di waktu yang sama, menggunakan langkah-langkah profesional untuk menonjolkan penampilannya. Itu adalah kombinasi sempurna antara semangat murni Glenn dan hawa elegan Rumia, seperti dua burung dengan satu sayap – hanya bisa digambarkan sebagai “Pasangan yang Ditentukan oleh Surga.”
“Berdansa sepertinya … asik? Mereka sepertinya menikmatinya, meski aku tidak paham.”
Gumam Riel.
Di dekatnya, Sistine melihat penampilan Glenn dan Rumia dengan perasaan berkecamuk, tapi muncul satu pemikiran.
“Munkin, Sensei dan Rumia … bisa menang.”
Pastinya, tidak ada yang bisa menandingi pasangan yang luar biasa seperti itu.
Hasilnya, Glenn dan Rumia bisa menang kontes, dan Rumia akan memakai “Gaun Peri.” Itu adalah pikiran sahabatnya yang menari dengan kebahagian dan kasih sayang dengan Glenn.
“Ini masih membuatku kepikiran … lagian, Rumia memang dari awal menyukai Sensei … yah, meski aku ingin sekali mengajak Sensei berdansa … tapi, kenapa? Kenapa diriku merasa kacau …?”
Saat Sistine terus-terusan disiram oleh perasaan tidak dikenal, Riel menatap Sistine.
“Sistine, kau pucat … ada apa?”
“Ah!”
Sistine tiba-tiba terpikirkan sesuatu.
“Benar juga, Riel, dengarkan aku … apa kau ingin memberi Rumia dan Sensei kejutan?”
“…?”
- Home
- All Mangas
- Rokudenashi Majutsu Koushi to Akashic Record
- Chapter 02 - Persiapan Pesta Dansa dan Pemikiran Egois. (Part 3)