- Home
- All Mangas
- Rokudenashi Majutsu Koushi to Akashic Record
- Chapter 03 - Kenangan bintang-bintang (Part 5-6)
Di bawah langit berbintang yang runtuh.
Aku ingat saat aku berlari ke bawah “Koridor Bintang-Bintang” sendirian, hari-hari yang panjang dan sendirian aku habiskan dengan perasaan tidak peduli ….
“Aku tidak butuh siapapun, aku baik-baik saja sedirian.”
“Karena, aku lebih kuat dari siapapun.”
Untuk dilihat sebagai monster, untuk ditolak oleh masyarakat, dan sekarang, meski sedikit dari mereka yang paham kalau aku sudah pindah ke dunia ini. Akhirnya, aku terkurung oleh pikiranku sendiri.
Setelahnya, aku membawa diriku sendiri ke perang dunia, tenggelam lebih dalam dan lebih dalam ke jalan kehancuran. Aku kurang semangat untuk mengakhiri penderitaanku, tapi di waktu yang bersamaan, aku tidak bisa memikul rasa kesepian ini untuk hidup selamanya. Selain rasa kesepian yang abadi, aku melanjutkan untuk membodohi diriku sendiri. Aku berpura-pura tabah, dan aku berpura-pura menginginkan menjadi sendirian. Aku tetap bertarung, dan tetap menang, tanpa banyak berpikir … dalam pertarungan tidak jumlahnya terhitung, aku mencari sebuah kesimpulan, untuk semacam tujuan.
Diriku yang waktu itu berdiri di garis kegilaan.
Keabadian. Untuk tidak bisa menua, tidak bisa melihat akhir dari perjalananku. Lalu ada omelan terus-menerus dari “Suara” di dalam hatiku, dan perasaan misterius dari misi yang aku emban. Semua berpasangan bersama dengan jiwaku yang kosong dan kesendirian yang ‘tak tertahankan. Saat itu, aku mencari pertarungan demi pertarungan. Karena hanya di medan perang saja, aku bisa melupakan semuanya sementara.
Tapi, berpikir lagi saat waktu itu – tahun-tahun neraka yang panjang itu, masih ada orang yang mendekatiku dan meraih tanganku. Seorang perempuan, ahli pedang terkuat seantero kerajaan …, dan, aku mendorong mereka semua, aku melanjutkan untuk berlari sendirian, mengambil peran sebagai korban dalam drama yang tragis.
Tidak ada orang yang mencari-cari kesendirian selain diriku. Aku tidak pernah menyadari fakta sederhana ini, juga aku tidak pernah mencoba untuk menyadarinya. Aku hanya tetap bertarung dan bertarung. Meski penelitianku sihirku untuk tujuan sederhanya, yaitu untuk mendapatkan kekuatan yang lebih besar, dan dengan kekuatan itu, aku akan pergi bertarung.
Sampai, hari itu ….
Aku … bertemu Glenn
◇ ◇ ◇
Hari ketiga ekspedisi.
Investigasi berjalan dengan lancar. Saat sore hari, tim akan masuk ke reruntuhan untuk memulai investigasi, dan membasmi roh jahat yang kebetulan lewat di jalan mereka. Saat seluruh ruangan sudah diperiksa, tim kemudian melanjutkan perjalanan lebih dalam ke struktur untuk ruangan selanjutnya.
Saat matahari mulai terbenam, tim akan kembali ke kemah.
“Intinya, semuanya udah kelar sama invasi alien!”
“A-Apa kau bilang?!”
“Kash, apa maksudnya?”
“Aku mendapat kesimpulan ini saat kita memeriksa sketsa ketujuh di tempat ibadah! Dari gambar-gambar aneh di dinding, orang kuno pasti sudah dikendalikan oleh alien! Ini juga menjelaskan kenapa orang kuno punya pemahaman yang maju tentang sihir.”
Di bawah langit malam yang berkelap-kelip, hanya satu api unggun merah yang menyala di tengah kegelapan ini. Di sini, semua orang duduk dalam formasi lingkaran yang rapat. Di malam yang dingin, saat panas dari api unggun menghangatkan tubuh mereka dan membuat bayangan panjang saat para murid mengobrol dan tertawa.
Mungkin karena antusias Sistine dalam hal peradaban kuno, setiap malam malam di sekitar api unggun, para murid dengan semangat mengeluarkan pemikiran mereka tentang peradaban kuno, sesuatu yang memberikan kesan dari sebuah tim arkeologis profesional.
“Hei, semuanya, makan malam sudah siap!”
“Oh! Lynn, kami sudah menunggu dari tadi! Aku sudah lapar!”
Lynn, yang menjadi koki terbaik dari tim ekspedisi, mulai menyajikan makan malam untuk semuanya. Di sekitar api unggun, para murid nyaris tidak bisa menahan kewaspadaan mereka. Di waktu yang sama, saat para murid berteriak menunggu kedatangan makanan, Glenn dan Rumia yang memeriksa hasil temuan mereka di bawah cahaya api unggun.
“Sensei, setelah Wendy menterjemahkan semua gambar dan sketsa di observatorium, apa ada petunjuk dari sihir ruang dan waktu?”
“Sayang sekali, masih tidak ada ….”
Glenn berhenti sejenak untuk menjawab pertanyaan Rumia, dan mengeluarkan nafas kecewa.
“Selain itu, kalau observatorium ini tempat ritual untuk beberapa jenis sihir, maka akan ada ruangan kendali di suatu tempat – sebuah ‘ruangan rahasia’ yang belum ditemukan di dalam ujung-ujung reruntuhan. Itu yang diyakini oleh penjelajah sebelumnya.”
Saat dia bilang seperti itu, Glenn menampilkan senyum yang menghina diri sendiri,
“Sejujurnya, aku sama sekali tidak yakin kita akan menemukan sesuatu selama ekspedisi ini. Sesuatu yang tidak jelas seperti sihir ruang dan waktu itu tidak nyata, menurutku ….”
“Hei! Kenapa Sensei menjadi pesimis begitu?”
Di saat yang sama, Sistine datang ke tempat dimana Glenn dan Rumia sedang duduk.
Sistine terlihat datang dengan membawa dua makanan. Dia membawa nampan dengan empat mangkuk sup di atasnya. Di hawa dingin ini, mangkuk-mangkuk itu mengeluarkan uap putih. Sistine terlihat marah saat dia memberi Rumia dan Riel masing-masing semangkuk sup.
“Oh! Sup!”
Sup itu dibuat dengan merebus sayuran kering dan daging secara hati-hati, dengan rempah dan jamur yang diperoleh dari sekitar. Sekilas, rasa sup itu cukup berasa, dan sangat enak.
“Terima kasih! Malam ini cukup dingin, jadi aku tidak akan menolaknya!”
Tapi, saat Glenn mengulurkan tangan untuk mendapatkan supnya, Sistine sengaja menariknya.
“Sensei tidak boleh menyerah! Jangan nyerah, Sensei dengar?! Kalau Sensei tidak bekerja dengan serius, kau mungkin nanti akan melewatkan apa yang seharusnya bisa ditemukan!”
“I-Iya aku tahu! Aku tahu itu, ayolah berikan makan malamku!”
“Juga, kalau nanti akhirnya tidak menemukan apapun, Sensei harus juga teliti menulis laporan investigasinya. Sensei tidak boleh mengambil jalan pintas dan menulis semuanya! Bahkan, di kehidupanmu, Sensei selalu malas dan kurang semangat ….”
“Uwaaa! Ini lebih dari pelajaranmu tahu! Aku mau supku!”
Mereka berdua mulai adu mulut seperti biasa.
NYAM! NYAM!
“Mm, uenak tenan.”
“Ah Ri-Riel! Itu punya Sistine dan Sensei! Jangan kau … ah, sudah habis duluan.”
Mungkin Riel kelaparan. Sebelum mereka berdua sadar, Riel sudah menghabiskan sup mereka berdua.
“Heh ….”
Celica dengan anggun duduk di batu besar dekat mereka dan melihatnya dengan tersenyum. Di tangannya, dia memegang buku “Penyihir Melgalius”. Matanya penuh dengan kasih sayang, seolah-olah dia melihat sebuah harta karun yang berharga, sama seperti seorang ibu yang sedang melihat anak kesayangannya.
Akhirnya, sebuah suara datang dari sekiataran api unggun.
“Hei, Profesor! Coba datang kemari dan dengar apa yang Gibul dan aku sedang bicarakan dan tolong berikan pendapatnya, aku percaya hipotesisku lebih masuk akal!”
“Apa kau bilang? Berapa kali kau bicarakan itu, hipotesisku lebih baik dari punyamu!”
“Uwaa! Supku?!”
“Dasar! Ba-Bahkan makan malamku juga … ahhh!”
“Hehehe~ Profesor Arfonia, ayo gabung sama kami.”
“Mm. Aku masih punya banyak pertanyaan kuharap anda bisa menjawabnya!”
Melihat ke kelompok yang berisik ini.
“Ampun, kalian berisik sekali. Tapi … kurasa aku harus ….”
Celica menampilkan senyum masam saat dia menutup bukunya, dan bergabung ke dalam kelompok.
Langkah kakinya sangat ringan.
Ekspedisi yang damai dan tenang ini akan berjalan seperti biasa ….
- Home
- All Mangas
- Rokudenashi Majutsu Koushi to Akashic Record
- Chapter 03 - Kenangan bintang-bintang (Part 5-6)