Teringat dengan apa yang baru saja terjadi di pintu masuk, Kufa akhirnya masuk ke dalam mansion.
Ruangan pribadi Kufa terletak di antara lantai dua dan loteng, bisa juga bilang itu adalah ruangan setengah loteng. Amy membuka pintu yang terletak di tengah-tengah tangga, sedikit menundukan kepalanya untuk meminta maaf.
“Karena sampai sekarang, tidak ada ruangan untuk laki-laki, saya sudah meminta pelayan yang lain untuk segera membersihkan kamar. Tolong maafkan saya kalau saya membuat anda tidak nyaman.”
“Tidak, bagaimana bisa?”
Kufa membawa barang bawaannya yang berat ke dalam ruangan yang akan dia tempati selama 3 tahun.
Dia mengehembuskan nafas saat dia meletakan barangnya ke lantai. Meski Amy sudah berbicara dengan nada rendah hati, tapi ruangan ini dibandingkan dengan apartemen kumuh yang Kufa tinggali di pinggiran Distrik Raja Suci, ini seperti sebuah surga.
Tidak ada kebohongan dalam kata-kata Kufa, tapi Emy terlihat tidak bisa menerima ucapan itu dari raut mukanya, dia tetap saja merasa putus asa, untuk mungkin membuat Kufa menyukai tempat kerja ini.
“Di mansion ini, Ojou-sama akan makan bersama para pelayannya. Malam ini, ada rencana untuk mengadakan pesta penyambutan Kufa-san, tolong datang!”
“Mm, aku akan datang.”
“… ah, seharusnya itu rahasia! Aku benar-benar …!”
“Ah-Ahahaha – “
Melihat Amy yang merasa malu sembari memegang pipinya, Kufa tertawa.
Setelah dia meninggalkan ruangan, Kufa sekali lagi melihat interior ruangan.
Meski, Amy bilang ini adalah ruangan kosong, tapi setiap sudut ruangan bersih dan tidak ada debu yang terlihat. Juga, Kufa tidak pernah merasakan kasur yang empuk sebelumnya, kasur baru ini juga mengeluarkan aroma kehangatan Darah Matahari dari lampu jalan. Ini juga dipersiapkan oleh para rekan pelayan baru mereka.
“Tempat kerja ini boleh juga.”
Kufa memindahkan barang bawaannya ke dekat dinding, saat dia membuka jendela.
Aroma bunga terhempas ke dalam ruangan. Pencahayaannya bagus, dari sini pemandangan luar lebih bagus kalau dilihat dari ruangan ini –
“Boleh juga.”
Kufa menarik napas dalam-dalam, menghirup udara segar, menutup matanya.
Tiba-tiba, ada seseorang yang berdiri di luar pintu.
Setelah merasa ragu-ragu dalam keheningan, suara ketukan datang dari pintu.
“… sen … sensei, boleh aku minta waktunya …?”
“Ojou-sama?”
Kufa dengan cepat berlari ke pintu, dia membuka pintunya dan melihat, yang dia lihat hanya Melida memakai seragam Akademi Perempuan Saint Fridesweide, menggosok-gosok kedua lututnya bersamaan, dan melihat ke arah Kufa.
“Ada apa, ini waktunya untuk sekolah?”
“Ya … ya. Karena itu … uh ….”
Melida menampakan wajah ragu-ragu, tidak lama setelah itu dia menunjukan kalau dia ingin melakukan sesuatu dan mengangkat tangannya.
“Kalau itu sempat, bisakah sensei mengajariku sebelum sekolah dimulai ….”
“Ah ….”
“Ma … maaf! Sensei masih capek ya!”
Melihat si gadis muda menundukan kepalanya untuk meminta maaf, Kufa tidak bisa berbuat banyak dan meresa sedikit bersalah.
– Oh, itu sedikit mengejutkan. Kupikir dia tidak akan banyak bergerak nanti, hanya saja hasilnya nanti buruk, tapi yang bikin kaget, dia rupanya pekerja keras.
Kufa tiba-tiba merasa tertarik dengan Melida.
“Tentu.”
Kufa menjawabnya saat membuka seragam militernya, lalu melepaskan dasinya.
“Oke, mari kita lihat kemampuanmu dulu. Tolong ganti bajumu dengan baju olahraga, dan datang ke halaman.
“Ya – Yay! Aku akan diajari!”
Melida mengangkat kepalanya dan tersenyum bahagia.
Jantung Kufa berdebar-debar. Senyuman Melida terlalu menyilaukan, membuat Kufa tidak bisa bernafas saat dia terpesona –
“Pasti karena aku lengah.”
* * *
Di halaman belakang, ada sepetak tanah yang biasa dipakai untuk pesta teh dikelilingi dengan bunga-bunga. Lahan sepetak itu hampir bisa dijadikan tempat latihan yang bagus. Kufa memakai kemeja, dan Melida yang sudah mengganti bajunya dengan baju olahraga dengan celana ketat, masing-masing memegang senjata latihan dan berhadap-hadapan.
“Oke, kita mulai dari dasarnya. Meski kalau kau nanti ada yang salah, itu tidak masalah, coba tunjukan satu sampat dua puluh delapan gaya dari buku ilmu berpedang [Posisi Mulia].”
“Ba … baik.”
Melida menjawab dengan suara kaku, dia mengangkat pedang kayu yang beratnya hampir sama dengan dirinya.
Meski senjata itu dirasa tidak cocok dengan fisiknya, tapi sebagai gelar paladin, dia seharusnya bisa memegang pedang sepanjang itu. Melida pasti sadar akan kenyataan itu.
Kalau Melida benar-benar seorang paladin, seharusnya tidak ada masalah, tapi ….
“- ha!”
Melida mengambil langkah sembari bernafas pendek. Kedua lututnya perlahan merendah, saat dia memotong udara dengan pedangnya.
“Oh.”
Kufa tanpa sadar menghembuskan nafas.
Aslinya, Kufa khawatir kalau nanti Melida tidak bisa memakai senjata, tapi dia bisa menggunakan gaya sentrifugal untuk bisa mengayunkan pedang panjang. Dari tebasan bawah lalu berganti menjadi tebasan jubah, dengan gerakan halus dan kemudian ditambah dengan sebuah serangan.
Mungkin karena dia merasakan tatapan Kufa, gerakannya kadang terasa kaku. Meski begitu, usahanya untuk memperbaiki menjadi sifat alami yang tidak akan pernah berkhianat padanya. Sampai sekarang, Melida mengulangi ratusan atau mungkin ribuan kali dari latihan berpedang, sampai tubuhnya dengan sempurna bisa menghasilkan model dari gerakan dasar.
Sampai gerakan halus yang terakhir sudah terlihat, Melida mengangkat pedangnya yang sudah terampil.
“Sepertinya kau sudah sering berlatih.”
Kufa menulis dalam buku catatannya, dan mengambil sebuah pedang kayu.
“Sekarang, ayo coba beberapa teknik.”
Kufa berjalan ke depan Melida, dengan pelan menutup kelopak matanya
Di tengah kegelapan, muncul sebuah bola api putih melayang pada satu fokus.
Kufa dengan mudah menuangkan seluruh pikirannya menjadi api kecil. Api itu menjadi lebih kasar saat mengembang, melewati kecepatan suara saat itu disalurkan ke seluruh tubuh –
Itu ledakan!
Duar! Api Biru memancar keluar dari tubuh Kufa. Itu adalah pelepasan mana.
Meski itu adalah api, itu tidak akan membakar apapun. Cahaya yang berasal dari api adalah kekuatan suci yang tetap membuat “Malam” menjauh. Jadi sebutan mana itu, disebut juga sebagai “Cahaya Matahari” yang berada di tubuh seseorang.
“Uwah …!”
Mata Melida terbuka lebar saat dia menatap Kufa.
“Mana sensei berwarna biru …! Ini pertama kalinya aku melihat api sejelas itu!”
“Itu benar, sedikit malu juga sih.”
“Um, kalau sensei tidak keberatan, apa kelas sensei …?”
“Kelas Samurai. Itu adalah Kelas yang punya kelincahan yang hebat.”
Kufa memutar pedang kayu yang memiliki bentuk katana, membuat Melida terkejut.
Kufa tersenyum tipis dan memegang pedangnya di depan. Mana disalurkan dari telapak tangannya ke dalam pedangnya, memindahkan api biru tadi ke pinggiran pedang.
“Oke, coba serang aku sesukamu. Meski kalau nanti ingin memukul, tidak usah ditahan.”
“Ba … baik.”
Melida mengangguk dengan gugup, dan mengangkat pedang panjangnya. Pedang panjang itu terlihat sangat berat, ujung pedangnya bergetar.
Setelah dia membatu untuk beberapa saat, Melida mulai untuk bergerak. Dia mengambil langkah ke depan, dan di waktu yang bersamaan, mengangkat pedang sejajar dengan kepalanya, dalam waktu singkat, mendekati Kufa.
“He-ya!”
Kufa mendengar teriakan Melida, dalam pikirannya muncul pertanyaan.
Tapi, itu sudah terlambat. Pedang panjang mengeluarkan suara keras saat terjatuh. Pedang panjang yang tajam memotong pedang kayu itu –
CLANG – !
Suara pedang tadi disusul dengan suara yang membuat tuli telinga sejenak saat terjatuh.
“Uwah!”
Melida terhempas dua meter ke belakang, saat dia tidak bisa bergerak tapi hanya duduk di tanah. Terlepas dari tangannya, pedang panjang itu terhempas ke udara, dan terbelah menjadi dua. Itu jatuh tepat di atas Melida, karena Kufa dengan cepat berselancar ke depan dan membelahnya dengan pedang kayunya, meyingkirkan sisa-sia pedang.
Kufa berganti tangan menjadi tangan kiri untuk memegang pedang kayu, dan membantu Melida yang pusing di tanah.
“Maafkan aku, Ojou-sama, apa kau, tidak apa-apa?”
“Aku ceroboh.”
Kufa benar-benar lupa tentang Status Melida yang “MP 0”
Coba pikirkan itu, kau harus tahu kenapa pengguna mana akan diberikan pada otoritas para bangsawan, itu adalah harga yang harus dibayar untuk melawan para musuh. Melida tidak bisa menggunakan mana, kalau sebuah senjata diisi dengan mana diadu dengan senjata normal, hasilnya akan seperti ini.
“Ayo kita rubah rencananya, pertama, kita harus membangkitkan mana kau.”
Kufa melihat ke sekitar pedang kayu Melida yang rusak, dan tersenyum datar.
“Nanti akan perlu untuk menyiapkan senjata yang baru.”
“… maaf.”
Melida tidak melakukan hal yang salah, dia malah meminta maaf, juga dia menundukan kepalanya dengan rasa frustasi.
Kufa meyimpan pedang latihan, dan menopang lengan melida di tengah halaman.
“Penggua mana” ada beberapa organ tubuh yang tidak bisa dilihat oleh mata telanjang. Seluruh tubuh memili lusinan pembuangan mana yang disebut Mantle, juga ada dua puluh dua jaringan terhubung yang disebut Vaporizer.
Kufa dengan lembut meletakan tangannya di atas kepala Melida. Meski begitu, dia ingin menunjukan secara akurat tempat itu terletak tepat di tengah kepalanya.
“Lubang pembuangan ini punya namanya sendiri. Di sini, disebut Ketel (Mahkota).”
Kufa kemudia menggerakan tangannya dan menyentuh lengan atas kanan ramping, lengan kanan, lengan kiri atas, dan lengan kiri Melida, lalu paha dan betis kanannya, paha kiri, dan betis,
Saat menyentuh, dia menyebutkan nama-namanya, masing-masing “Binah (Pemahaman), Gevurah (Kesederhanaan), Cochmah (Kebijaksanaan), Chesed (Kebaikan), Hod (Kemenangan), Malchut (Kepemimpinan), Netzach (Keabadian) Yesod (Pendirian).”
Akhirnya, Kufa meletakan ujung jarinya di tengah-tengah dada Melida. Muka Melida berubah menjadi merah, tapi Kufa masih mempertahankan ekspresi seriusnya. Gadis berumur 13 tahun masih tetap menutup mulutnya, dan menganggap ini serius.
“ ’Tifiret (Kecantikan)’ –Ini adalah bagian terpenting dari Mantle. Sumber mana ada di sini, dua puluh dua Vaporizer terkumpul di sini. Kalau si pengguna tahu cara menekan ‘Kecantikan’, mana akan bisa dilepaskan langsung dari Vaporizer.”
Coba dan lihat – Kufa mendesak, Melida mengangguk.
Dia menutup matanya, kedua tangannya tergenggam, seperti posisi dia sedang berdoa.
Dia menunggu sejenak … tapi tidak ada yang terjadi.
Dahi melida mulai berkeringat, tetesan keringat mulai berjalan ke bawah mukanya.
“– masih tidak bisa?”
Kufa tidak bilang apa-apa tapi di hatinya, dia bergumam.
Contohnya, Kufa tidak paham rasanya punya sebuah ekor seperti kucing, tidak bisa menyalin kemampuan bagaimana kelelawar bisa terbang menggunakan suara ultrasonik, dan tidak seperti ikan, dia tidak bisa bernafas di dalam air menggunakan insang.
Kalau seseorang tidak punya organ yang sama dengan dirinya, maka orang ini tidak akan bisa punya organ sejenis yang sama seperti dirinya.
Sekarang, Melida merasa kesulitan, itu sama seperti perasaannya.
Tubuhnya tidak memiliki Manto atau Filipoleux, dan bahkan mananya saja tidak ada –
“… Ojou-sama, sebentar lagi ini waktunya sekolah.”
Akhirnya, sampai Emy memanggil Melida, hasilnya nihil. Si pelayan menampakan muka sedih saat melihat punggunung kekasihnya yang kesepian juga mungil berjalan kembali ke dalam mansion.
Amy kemudian berbalik ke Kufa, memaksakan senyuman.
“Benar, Kufa-san. Tolong jaga Ojou-sama kita di sekolah juga.”
“Serahkan saja padaku. Sebagai seorang pelayan di kediaman bangsawan, aku harus waspada.”
“- eh?”
Melida terkejut saat dia berbalik. Dia bergetar saat bertanya,
“Sen … sensei juga akan datang ke akademi …?|
“Tentu, kau tidak tahu? Sebagai guru pribadi Ojou-sama, juga sebagai pelayan anda. Meski Akademi Perempuan Saint Frisdesweide melarang laki-laki untuk masuk, aku diberikan izin khusus karena aku adalah pelayan anda.”
“.. um!”
Melida punya perasaan rumit saat dia menggigit bibirnya dengan rasa gugup, dan berbalik. Melida melihat ke atas mansion dan mulai berlari, Kufa dan Amy yang tertinggal dibelakang bersama saling bertatapan.
Kufa membayangkan apa yang membuat Melida khawatir.