Kereta yang membawa sang pemuda akhirnya sampai pada pemberhentian terakhir, yaitu sebuah stasiun yang terletak di luar Distrik Raja Suci, salah satu dari canvell – Distrik Kardinal Akademi. Di sinilah barisan akademi berada, setengah penghuninya adalah pelajar, itu adalah kota Flandor yang tidak ada duanya.
Itu sudah subuh, si pemuda turun dari kereta, tiba di peron yang tertutup kabut, dia melihat sekitar sekitar kalau tida yakin kota ini adalah ditujukan untuk para pelajar.
Orang yang turun dan orang yang naik ke kereta, atau orang yang berjalan di sekitar stasiun, kebanyak dari mereka adalah anak muda. Si pemuda menghirup udara segar, sembari merapihkan seragam militernya.
Si pemuda mengambil sebuah peta kota yang digambar di kertas dari kantong mantelnya.
Berbicara tentang Karakteristik dari Distrik Akademi Kardinal, yang juga biasa disebut “Menara Meditasi” karena keindahan dari pembangunannya. Itu kalau seperti ahli matematika, fisikawan, dan seniman bekerja sama untuk membuatnya, ratusan konstruksi atap runcing tersusun dengan rapih.
Tujuan si pemuda berada di perbatasan jalan menara-menara ini.
Dia mendengar kalau kediaman Melida Angel berada di seberang kota dari pantai Seamus.
Dari hari ini selama 3 tahun – pemuda ini akan hidup sebagai pelatih pribadi di kota ini.
“Situasinya sangat berbeda dari Distrik Raja Suci.”
Si pemuda menarik nafas dengan pelan sembari menaruh kembali peta ke dalam kantongnya.
“Ada suasana kecerdasan ….”
Dia bergumam, lalu suara yang tidak diduga dan lantang menyusul suaranya.
Si pemuda melihat ke pundaknya dan di saat yang bersamaan dia bertatapan dengan orang yang melihatnya.
Dia adalah gadis yang turun dari kereta. Dia terlihat sedikit lebih muda, kurang lebih 16 tahun. Dari caranya berpakaian, itu memberikan sinyal yang jelas tentang pakaiannya.
Rambut merah cerahnya dirawat dengan baik seperti selembut sutra, anggota tubuh yang rampingnya juga dipenuhi aura mempesona. Berpakaian seperti peri yang cantik, seperi seorang penari di panggung, atau seperti seorang model di majalah fesyen.
Seorang gadis yang akan menarik banyak mata laki-laki, tapi dia sendiri sepertinya tidak sadar pesonanya. Sang gadis itu tersenyum ke si pemuda seolah tidak terjadi apa-apa, dia terlihat kekanak-kanakan berbanding terbalik dari caranya berpakaian.
“Hehe, kita memikirkan hal yang sama.”
“Itu seperti – tunggu, tidak, uh – “
Si pemuda membalas dengan dingin, sembari dia menggelengkan kepalanya dengan pelan.
Sejak sampai di kota, misinya sudah dimulai. Identitas pemuda itu sekarang adalah langsung ke keluarga bangsawan dan memulai pekerjaannya sebagai pelatih pribadi, dia perlu untuk memasang “Topeng.” Yang cocook untuk menangani orang-orang yang akan dia temui nanti.
Beberapa saat kemudian, si pemuda itu memberikan senyuman hangat ke gadis rambut merah.
“Apa kau datang ke sini untuk liburan?”
“Ti-Tidak, ini untuk urusan pekerjaan! Apa itu artinya ….”
“Ya, kau lihat sendiri ‘kan, aku bukan pelajar – ayo pergi.”
Si pemuda mengawal gadis itu ke gerbong bagasi kereta.
Saat ini, bukan hanya laki-laki yang tertarik dengan kecantikan gadis berambut merah itu bahkan beberapa gadis yang berpapasan di stasiun pipinya mulai memerah, dan berhenti. Seorang pelukis segera mengambil moment itu, dan beberapa orang yang jurnalis yang berpakaian rapih dengan cepat menekan tombol kamera mereka.
“Apa kami seperti itu, sampai dianggap objek fotografi saat berjalan bersama?”
Si pemuda ragu-ragu, tapi si gadis rambut merah berlawanan dengan pikiran pemuda itu, mukanya tidak ada tanda-tanda kalau dia jadi perhatian banyak orang, pipi merah meronanya memberikan sensasi kenyamanan di sekitar.
Setelah sampai di gerbong bagasi paling belakang, pemuda itu mengambil langkah anak tangga menuju ke gerbong.
“Berapa nomor tiketmu?”
“Eh, nomor tiket? Uh … ah ketemu!”
Si pemuda mengambil tiket gadis itu yang ia keluarkan dari kantong gaunnya. Dia berjalan ke dalam gerbong bagasi, dan beberapa saat kemudian, dia keluar dengan barang bawaannya di tangan kanan dan koper dengan dekorasi lucu di tangan kirinya.
“Maaf sudah membuatmu menunggu, nona.”
Si pemuda mengambil tasnya, si gadis berambut merah itu kaget, dengan gembira berkata,
“Wah … kau sangat sopan!”
“Ini bukan apa-apa, tenang saja. Kalau akau bisa mengantarmu sampai tujuan, itu akan lebih baik ….”
Gadis itu menunjukan muka ketakuan lalu menggoyangkan kepalanya, dengan cepat mengambil lagi tasnya.
Setelah bertanya, tujuan gadis itu adalah daerah perumahan kelas elit yang paling terkenal di Distrik Akademi, karena berbeda arah si pemuda sudah bersiap untuk pergi dari pinggiran rel.
Setelah meninggalkan stasiun, mereka berdua berdiri di atas tangga yang besar yang bisa dilihat dari jalanan hanya sekilas. Seperti kalau mereka berdua sedang di atas panggung, dan mereka berjabat tangan di atas panggung yang besar.
“Aku datang ke sini sendirian dan merasa tidak aman … tapi bertemu dengan orang yang sangat baik, itu menyenangkan! Rasanya mulai hari ini, banyak hal yang akan berjalan sesuai rencana!”
“Itu bagus. Kalau nanti ada kesempatan, kita akan bertemu lagi.”
“Oke, kalau ada nanti ada kesempatan kita akan ketemuan lagi! Kita harus ketemuan lagi!”
Si gadis memegang kedua tangan si pemuda dengan kedua tangannya dan menjabatnya beberapa kali, lalu dia pergi ke bawah tangga. Si gadis berbalik, rambut merahnya terurai oleh angin, dia melambai ke arah pemuda dengan senyuman.
Si pemuda dengan pelan menggoyangkan tangannya untuk membalas si gadis dan melihatnya menghilang.
“Fuuuu.”
– si pemuda menghela nafas.
Atasan si pemuda menjamin kemampuan sang pemuda dalam berakting bukan bohong belaka. Meski ini sedikit menyedihkan, tapi dari semua anggota unit, yang terlihat hanya dia sendiri kandidat yang paling cocok untuk misi ini.
Setelah memastikan si gadis berambut merah menghilang ke arah kerumunan, pemuda itu berjalan ke tangga dengan barang bawaannya, bersiap menuju ke tujuannya.
Si pemuda bergantung pada catatannya, dia berjalan ke arah jalan yang berbentuk radial. Dia melewati konstruksi atap yang runcing dan pelajar-pelajar yang ramah, langsung menuju ke trotoar.
Fondasi dari negara bagian (Flandor) berada di 25 canvell – meski kalau bicara jalan itu sendiri memancarkan cahaya yang bisa menghilangkan kegelapan. Alasan sebenarnya dari lampu-lampu yang digantung di jalanan. Sebuah gas spesial yang diisi di dalam lampu kaca di lampu jalan.
Gas itu disebut [Darah Matahari] (Nektar).
Jenis cairan itu bisa ditambang dari tambang yang berada di dekat pinggiran kota Flandor, setelah gas dinyalakan dengan api, itu bisa memancarkan cahaya suci dan terang. Itu seperti pelingdung sama dengan baju zirah, melindungi seluruh kota dari [Kutukan Malam] yang telah menelan dunia. Itu adalah salah satu garis untuk membuat kehidupan masyarakat beradab tetap ada –
Saat sumber tambang Darah Matahari mengering, apa yang aka terjadi terhadap Flandor? Apa kehidupan masih bisa berlanjut? Itu sudah didiskusikan berkali-kali oleh para dewan, tapi sampai sekarang, tidak ada jawaban untuk pertanyaan ini, dan pemikiran ini melintang sekilas ke kepala pemuda itu, dan kemudian menghilang.
Daripada takut dengan apa yang terjadi di masa depan, apa yang terpenting sekarang adalah untuk tidak tersesat di kota asing ini
Si pemuda bergantung pada catatannya sembari dia bergerak, sesekali bertanya kepada pedagang kios, akhirnya di sampai di tujuannya – ujung dari canvell. Di sisi kiri jalan ada tembok batu bata yang dibangun sejak lama, sebuah pagar besi juga dibangun untuk mencegah orang asing masuk.
Sebuah pemandangan mengejutkan dari taman yang ditumbuhi pohon yang berlawanan dengan pagar besi.
Tanaman yang ada di dalam canvell tentu bukan tanaman pada umumnya. Orang kaya mana yang mampu membangun taman seperti ini.
Si pemuda mendekati pagar dan disambut dengan pelayan yang membungkuk ke pemuda tersebut.
“Anda pasti Kufa Vampir. Selamat datang, kami sudah menunggu.”
Si pemuda mendengar nama yang diberikan untuk menjalankan misi dan membalas dengan senyuman elegan. Gadis berambut merah barusan sudah membuktikan kalau “Topeng” yang dia pakai berguna untuk umum.
“Beruntung aku bertemu denganmu, mulai sekarang, mohon kerja samanya.”
“Tentu, kami juga akan meminta kerja sama anda. Ini sebuah kehormatan bisa bisa bertemu dengan anda.”
Di posisi tengah dari tiga pelayan, ada pelayan yang berdiri di depan, membawa senyuman seperti bunga. Gadis itu menampilkan wajah tidak bersalah tapi di saat yang bersamaan keinginannya terasa sangat kuat.
“Saya Emy, kepala pelayan di mansion ini. Kalau nanti ada yang ingin ditanyakan, jangan ditahan, datang dan tanyakan langsung pada saya.”
“Kepala pelayan?”
Si pemuda – Keningnya Kufa mengkerut. Si gadis muda yang bernama Amy, tidak peduli seperti apa cara kau melihatnya, dia selalu terlihat berumur 17 atau juga, tidak ada bedanya dengan dirinya sendiri. Kepala pelayan disebut juga dengan “Nona”, biasanya orang yang usianya paling tua, dengan pengalaman yang banyak.
Pemuda itu diingatkan sebelum memulai misi, oleh atasannya beberapa hal. Baru-baru ini, sejak garis keturunan dari Lady Melida dicurigai, posisinya di dalam keluarga Angel terlihat menjadi sangat halus, bahkan ayahnya sendiri tidak merawat dia dengan baik, bahkan mengumpulkannya di tingkat terendah dari para pelayan bersama dan menempatkannya di mansion yang lain.
Ini artinya bukan jumlah orangnya saja yang minim, tapi ini juga termasuk pengalamannya, ‘kan? Pelayan di belakang Emy juga bisa dibilang usianya sama dengan gadis muda.
“Lihat, ada bujangan!”
“Ada bujangan …!”
“Dia masih muda ….”
“Dia terlihat cukup dewasa, berapa umurnya ya?”
Mereka ngobrol sendiri. Meski di depan mereka ada tamu, mereka masih saja bergosip, dengan gembira membicarakan topik-topik rahasia. Gadis muda melihat ke arah pemuda dengan tatapan rasa ingin tahu dan gairah, membuat pemuda itu merasa malu.
“Lihat, dia ramping dan tinggi … seragam kavalerinya pas di badannya!”
“Termasuk rambut hitam keunguan, juga dengan mata dingin, benar-benar hebat …!”
“Dia memancarkan aura yang bilang, ‘Aku handal, apa kau ada masalah?’ ! “
“Meski kita lebih senior dibandingnya, malahan, dialah yang harusnya dipanggil Devil-sensei!”
TL correction: Kufa akan dipanggil Devil-sensei oleh para pelayan dan mungkin yang lainnya mengikuti dari editor.
“Ah, terlalu kejam!”
“Devil-sensei ah …!”
Siapa Devil-sensei?
Kebalik dengan topik diskusi dan alasan tidak diketahui kenapa para gadis itu senang, Kufa berakting seolah dia tidak mendengar apa-apa, pada saat yang sama dia menghela nafas. Bagaimanapun, Emy salah tingkah, dia dengan cepat mengulurkan tangannya.
“Oh, saya mohon maaf, anda pasti lelah! Biar saya bawakan barang anda.”
“Tidak, tidak apa.”
Kufa menolak tingkah baiknya, dan menjabat tangan Amy.
“Mulai sekarang dan seterusnya, kita akan menjadi rekan, tidak perlu ada perlakuan formal. Tolong perlakukan aku seperti seperti pembantu anda, kalau ada pekerjaan yang membutuhkan bantuanku, minta saja.”
“Oh!”
Muka Emy memerah. Pelayan dibelakangnya hanya bisa terkejut.
“Emy tiba-tiba mendapatkan serangan!”
“Emy curang~!”
UHUK! UHUK! –
Kepala pelayan itu membuat dua atau tiga batuk palsu, dan berputar balik, roknya pun ikut bergoyang mengikuti gerakannya.
“Jadi … aku akan mengajakmu ke mansion, Ayo!”
Didampingi dengan tiga pelayan, Kufa melewati gerbang utama, dibalik gerbang, ada taman yang bisa dilihat dari luar gerbang. Jalan buatan juga dibuat di antara taman yang subur dan tinggi. Warna hijaunya menutupi sepanjang jalan ke depan, masih tidak bisa melihat bentuk dari mansion.
“Kehadiran seorang pria sangat membantu di sini, kalau di rumah hanya ada gadis-gadis, maka nantinya akan sedikit tidak nyaman ….”
Emy mencoba memulai percakapan dengan si pemuda, lalu pelayan yang lain juga ikut masuk.
“Kalau nanti ada pekerjaan yang membutuhkan banyak tenaga, bisakah kami meminta bantuanmu?”
“Seperti memindahkan barang, atau juga membersihkan daerah yang luas!”
Kufa menampilkan senyum datar, dan di waktu yang bersamaan melenturkan otot tangannya ….
“Serahkan saja padaku.”
Jawabannya membuat para pelayan berteriak,
“Kyaaa~”
Mengacu pada mereka, mansion memiliki pelayan dengan umur yang sama. Pada gilirannya, itu artinya hanya ada pelayan-pelayan ini … Pikiran pun melintang di kepala Kufa “Pria dilarang.” Seperi itu.
Meski itu memang pekerjaannya, tapi untuk memasuki taman, Kufa tidak tahan dengan rasa gugup. Tapi melihat suasana penyambutan dengan hangat, itu tidak terlihat untuk bisa berpengaruh pada pikirannya dan misinya.
– Sampai sebelum bertemu dengannya di ujung jalan, itu lah yang dia pikirkan.
Mansion Melida Angel adalah bangunan dua lantai modern dan juga elegan, tingkat ruang yang cukup untuk menampung 5 sampai 6 orang. Dibanding dengan jalan Distrik Akademi Kardinal dan dengan atap-atap runcingnya, ditemani dengan lingkungan hijau seperti situ, seluruh pemandangan memberikan aura bahwa itu adalah tempat persembunyian penyihir.
Setelah berjalan dari gerbang utama kurang lebih lima menit, mereka akhirnya sampai di pintu masuk dari mansion, Amy dengan pelan berbalik.
“Tuan Kufa, selamat datang. Mulai hari ini dan kedepannya, total waktu selama 3 tahun, ini adalah tempat kerja anda. Ojou-sama seharusnya sedang menunggu … eh?”
Emy tiba-tiba merasakan sesuatu dan melihat ke atas. Kufa yang terpancing juga melihat ke atas, disusul dengan dua pelayan lainnya.
Itu karena mereka mendengar ada yang berbicara.
Di atas pintu masuk, di lantai dua, ada sebuah balkon, suara yang sama juga berasal dari dalam lorong balkon.
“Hah? Mereka belum kembali? Sejak kapan mereka keluar untuk menyambutnya, itu sedikit buang-buang waktu.”
“Ojou-sama, benarkah, berapa kali anda sudah menanyakan itu? Emy dan yang lainnya akan menyambut tamu, mereka sebentar lagi akan datang~”
“Tapi, sudah lewat 3 menit dari waktu yang dijanjikan. Mereka mungkin tersesat, atau ada kecelakaan ….! Aku akan memeriksanya!”
“Tu-Tunggu, Nona Melida!”
Lalu ada sebuah bayangan yang berlari ke arah balkon. Langkah kaki yang tergesa-gesa muncul dari atas Kufa dan yang lainnya. Kufa mundur satu langkah, dua langkah, dan tiga langkah, untuk memastikan identitas dari orang itu.
– lalu dia tiba-tiba disambut dengan cahaya terang, Kufa tidak bisa berbuat apa-apa hanya menyipitkan matanya.
Itu rambut pirang.
Itu bahkan lebih terang dari Darah Matahari (Nektar), dibandingkan dengan warnanya, itu bisa dibilang sangat terang. Kalau seorang malaikan menciptakan cahaya dan dia pantulkan ke sebuah perhiasan, bukannya itu akan menjadi sebuah cahaya emas suci?
Gadis itu mengikuti momentumnya dan melompat keluar, rambut pirang emasnya menari seperti harpa. tindakan kekanak-kanakannya cocok dengan usianya yang 13 tahun.
TL note: Harpa sejenis alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik.
Muka kekanak-kanakannya dan kecantikannya, menggunakan sebuah boneka untuk menjelaskannya bisa jadi yang paling tepat.
Pipi yang lembut dan berwarna seperti ceri, dengan tubuh ramping dan tinggi yang imut –
Kecantikannya yang sempurna membuat orang sulit percaya kalau dia baru lulus dari sekolah dasar, tatapan Kufa langsung tertarik.
Kufa melihat ke atas dengan tatapan setengah terpesona, dan untuk Melida dia menyenderkan badannya ke depan pagar dan melihatnya. Dia bahkan tidak tahu kalau yang lain sedang melihatnya dari bawah.
“Hmm~ … aku tidak bisa melihat mereka~ mereka tidak ada di taman. Kalau begitu, mereka masih di jalan atau di gerbang utama .. benar juga, aku juga tahu kalau taman itu terlalau besar!”
“Te-Tenanglah! Ojou-sama, itu berbahaya!”
Si pelayan yang panik berlari ke luar balkon.
Wajah tidak sabaran jelas tergambar di muka gadis nakal saat dia meletakan satu kakinya di atas pagar. Kufa yang tidak sengaja melihatnya berkata,
“Hm.”
Tidak bisa berkata apa-apa.
Tidak yakin kalau itu waktunya berangkat ke sekolah, Melida memakai seragam Akademi. Warna dari seragamnya adalah warna merah mawar tapi lebih terang, cocok dengan rambut pirang emasnya yang panjang.
Meski seragamnya cocok dengannya … tubuh bagian bawah badannya memakai sebuah rok. Dari sudut pandang Kufa, dengan berani memasang rok itu dengan miring menunjukan kulit bagian bawahnya – ….
Kufa memalingkan pandangannya.
Satu hal yang membuatnya khawatir, adalah orang yang melihatnya dari sudut pandang yang sama, Emy.
“Kau … kau tidak bisa, Ojou-sama! Di sini! Kami di sini!”
“Itu kelihatan! Ada laki-laki sedang melihatmu!”
“Eh?”
Suara itu datang dari tempat yang tidak diharapkan Melida, dia tetap mempertahankan posisinya saat dia memalingkan kepalanya dengan rasa ragu. Lalu dia akhirnya sadar ada tiga pelayan yang sedang melihatnya dan di antara tiga pelayan itu, ada seorang pria tinggi berpakaian seragam militer.
Dia melihat kembali penampilannya dan posisi dia sedang berdiri – meski itu hanya sebuah imajinasi, tapi Kufa bisa melihat muka kekanak-kanakannya perlahan mulai memerah.
“Eh … ah … uwaa …? – Kyaaa!”
“Ah!”
Dari suara malunya, tiba-tiba berubah menjadi teriakan tajam. Kfa merasa kalau Emu dan yang lainnya mengambil nafas dalam – dia melihat ke atas tanpa sengaja.
Dia melihat Melida kehilangan keseimbangannya dan mulai terjatuh dari balkon lantai dua. Saat-saat seperti ini, untuk orang yang belum siap, mereka tidak akan bisa melakukan apa-apa. Kufa melempar barang bawaannya saat dia berseluncur lurus, dan meluncur tepat ke titik jatuh Melida. Dia membuka tangannya dan menunggu, dengan tenang – menangkap Melida.
BRAK! –
Seperti tabrakan dua bulu, Melida mendarat di pelukan Kufa. Itu adalah gerakan menggendong seroang ratu.
Melida tidak tahu apa yang sudah terjadi, kedua matanya tertutup rapat, dan seluruh badannya kaku.
“Apa … kau tidak apa-apa, Ojou-sama?”
“Eh …? – ah … uh, tidak … aku baik-baik saja ….”
Badan Melida bergetar saat dia membuka kedua matanya dan bertatapan dengan Kufa
Muka kekanak-kanakannya tiba-tiba berubah warna menjadi merah sampai ke telinga.
Itu karena dia ingat sesuatu sebelumnya, atau juga itu karena dia terlalu takut sampai kedua kakinya lemas? Atau karena tangan bertotot Kufa yang terlalu keras, itukah yang membuatnya merasa tidak nyaman?
Bibir merahnya bergetar, disusul dengan bisikan hangat dan lembut.
“Apa kau pelatihku …?”
“Ah – iya, aku Kufa. Mohon bantuannya mulai sekarang.”
“…!”
Melida tiba-tiba menutup mulutnya.
Muridnya yang seperti permata memancarkan gravitasi, tatapan Kufa yang menawan. Itu tidak diduga berubah menjadi postur yang sangat dekat antara mereka, selain Melida, semuanya terlihat menghilang dari pandangannya –
Emy dan yang lainnya berlari, Kufa dan Melida kembali sadar.
“Ojou-sama! Beruntung sekali anda tidak apa-apa!”
“Waaa! Eh? Ah … aku … apa ini …!”
Melida kembali sadar. Dia terlihat pertama kalinya mendapatkan gendongan tuan putri dari lawan sexnya, sejak mukanya memerah dan mendorong Kufa sampai jatuh ke tanah.
Kufa pikir dia akan pergi dari tempat kejadian secepat mungkin – tapi harga diri dari putri keluarga bangsawan membuat Melida berhenti saat dia ingin pergi.
“Tolong …. Tolong ajak sensei ke ruangannya!”
Dia memaksa dirinya untuk mengatakan itu dan setelahnya, dia lari ke dalam mansion dengan cepat. Langkah kaki paniknya yang imut perlahan mulai menghilang … para pelayan yang ditinggalkan di pintu masuk saling bertatapan.
“Uh, gadis muda itu adalah majikanku …?”
“… dia adalah nona Melida Angel.”
Emy melihat seperti dia sedang sakit kepala saat dia menunduk. Para pelayan yang lain juga menunjukan muka pasrah saat mereka mengangkat bahunya. Terlihat seperti tindakan nakal adalah sesuatu yang normal bagi tuan rumah.
Terlihat juga banyak hal yang baru saja ditemukan lebih dari bertatapan. Ini adalah Kufa membuat janji pada dirinya sendiri, suara-suara langkah kaki mendekat dari mansion. Harusnya berpikit itu adalah Melida yang kembali, tapi bukan dia.
PING!
Pintu terbuka, dan itu adalah pelayan keempat yang tidak diketahui.
“Kabar buruk, Ojou-sama baru saja melompat dari balkon! … eh, kok aneh ya, dimana Ojou-sama?”
Pelayan keempat melihat sekitar dan tidak melihat adanya tanda-tanda dari majikannya, tapi dia menemukan empat rekannya. Ada atasannya, Amy, dua pelayan yang umurnya sama dengannya, dan pertemuan pertama kalinya, pemuda yang akan menjadi pelatih pribadinya ….
Kufa langsung terseyum sopan, tapi –
“Devil-sensei ….”
Pelayan keempat benar-benar lupa tentang Melida yang dalam bahaya, menunjukan tatapan terpesona. Sudah kubilang aku bukan iblis (Devil)